Wednesday, April 16, 2008

Tragedi Demokrasi di Tubuh PKB

Konflik dalam tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kembali pecah. Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar dimakzulkan dari tampuk kepemimpinan partai melalui Rapat Pleno Dewan Syura dan Dewan Tanfidz pada Rabu 26 Maret 2008.

Muhaimin diberondong berbagai tuduhan, di antaranya dianggap merancang muktamar luar biasa (MLB) untuk menggusur KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari kursi ketua umum Dewan Syura PKB. Namun, berbagai tuduhan ini ditepis secara tegas oleh Muhaimin yang malah mensinyalir adanya infiltrasi anasir-anasir jahat dari dalam maupun luar partai untuk menghancurkan PKB, memecah belah dirinya dengan Gus Dur, bahkan melakukan penghancuran politik NU.

Karena berbagai tuduhan tersebut tak pernah terbukti, mantan Ketua Umum PB PMII yang menjabat Wakil Ketua DPR itu pun menolak mengundurkan diri. Bahkan Muhaimin mengambil langkah maju dengan membentuk tim investigasi untuk membongkar konspirasi yang melengserkan dirinya.

Sayang, upayanya ini ditanggapi berbeda oleh elemen lain di tubuh PKB yang berbuntut pemecatan terhadap beberapa anggota tim investigasi dengan persetujuan Gus Dur, sang ketua umum Dewan Syura. Bahkan Gus Dur melakukan pembekuan terhadap beberapa DPW dan DPC yang dianggap mbalelo dan mendukung kepemimpinan Muhaimin yang dipilih secara demokratis dalam muktamar di Semarang.

Merasa dirinya masih sah sebagai ketua umum partai, tepat pada 6 April 2008 Muhaimin menggelar Musyawarah Pimpinan (Muspim) Dewan Tanfidz dan Dewan Syura PKB dan disusul beberapa hari kemudian dengan pemberlakuan Dekrit dan status darurat PKB yang menguatkan posisinya sekaligus menegaskan otoritasnya sebagai ketua umum partai yang sah.

Konflik ini tampaknya belum akan usai, bahkan semakin meruncing saja layaknya pertikaian politik sebelumnya. Jauh sebelum malapetaka politik ini menerpa Muhaimin, konflik internal PKB telah pula menimpa Matori Abdul Djalil (alm) dan Alwi Shihab-Syaifullah Yusuf yang akhirnya terpental dari PKB. Mengapa konflik dalam tubuh partai yang dibidani oleh para ulama NU ini seolah terjadi tanpa henti? Apa dampaknya bagi demokrasi, dan bagi PKB sendiri menjelang Pemilu 2009 nanti?

***
Kasus pemakzulan paksa terhadap pimpinan partai tanpa melalui muktamar partai semacam ini adalah sesuatu yang sebenarnya amat ironis di dalam tubuh partai berlambang bola dunia dan sembilan bintang ini.

Di satu sisi, PKB dipandang sebagai partai moderat yang mengusung pluralisme dan kemodernan Islam serta kekuatan pendorong demokratisasi dan konstitusionalisme di negeri ini. Di sisi lain, proses demokratisasi internal partai ini justru mengalami kemandekan- kalau bukan disebut kelumpuhan. Kita tentu ingat manakala Gus Dur diturunkan dari kursi Presiden RI oleh parlemen tanpa melalui prosedur konstitusional, bahkan oleh sebuah tuduhan korupsi yang akhirnya tak pernah terbukti.

PKB membela habis-habisan Gus Dur (terlepas dari Gus Dur berasal dari PKB). Sementara Gus Dur sendiri nekat mengeluarkan dekrit pembubaran DPR/MPR dengan dalih inkonstitusional. Namun anehnya, perlawanan substansial Gus Dur dan PKB demi tegaknya konstitusionalisme dan demokrasi beberapa waktu lalu itu justru tidak memiliki nilai intrinsik yang terbukti dengan gagalnya PKB membangun budaya demokrasi dan konstitusionalisme di dalam tubuh partai sendiri.

Dalam konteks ini, Gus Dur justru berwajah ganda. Dia berseberangan dengan komitmennya sendiri untuk menegakkan demokrasi dengan melakukan pemakzulan paksa terhadap ketua umum partai tanpa melalui prosedur konstitusional dan proses demokrasi. Dia bukan hanya melawan demokrasi, tetapi juga mem-bypass anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) yang sebenarnya menjadi basis pijakan dan ideologi partai.

Ironisnya lagi, berbagai tuduhan yang dialamatkan ke Muhaimin Iskandar selaku ketua umum partai justru belum pernah bisa dibuktikan secara konkret dan memadai. Dalam konteks sistem organisasi, gejala ini sepertinya semakin menegaskan bahwa pada dasarnya usaha untuk melakukan demokratisasi internal partai dalam tubuh PKB mengalami kegagalan. Sistem organisasi partai ini masih terkurung dalam karakter tradisional dan tergantung pada figur karismatik.

Kedaulatan partai tidak terletak pada anggota, melainkan pada Ketua Dewan Syura yang memiliki wewenang nyaris absolut. Meski para kiai mengatakan PKB bukan Nahdlatul Ulama (NU), dalam kenyataannya struktur organisasi PKB sangat dipengaruhi sikap taklid dan sami'na waa atha'na (patuh dan mengikuti kata pemimpin). Inilah sesungguhnya sesuatu yang amat disesalkan dari partai politik yang lahir dari rahim NU ini.

Dalam konteks ini, PKB belum menerapkan pengertian demokrasi yang mengandaikan terjadinya persaingan kelompok kepentingan dari bawah ke atas, tetapi telah berkembang menjadi apa yang pernah disebut Saiful Mujani sebagai "partai teater"-yang terpusat pada tokoh karismatis. Pada partai teater ini, tokoh utama PKB adalah Gus Dur, sedangkan pengurus lainnya, anggota, dan simpatisan dianggap penonton yang menikmati belaka.

Sebagaimana Clifford Geertz (2000) yang menamai "negara teater" untuk sebuah negara yang bukan diatur oleh sebuah birokrasi hidrolik atau pemerintahan, melainkan sebuah pertunjukan yang diorganisasi dan dipakai untuk mendramatisasi obsesi kelas yang berkuasa atas budaya Bali: ketimpangan sosial dan kebanggaan; maka demikian pula sebuah "partai teater".

Hakikat partai teater adalah tiadanya partisipasi dari bawah sehingga ia tidak sesuai dengan hakikat demokrasi modern yang membutuhkan partisipasi. Lebih jauh lagi model partai teater itu tidak kompatibel dengan perkembangan pemilih yang semakin rasional dan tidak lagi mendasarkan pilihan pada kesakralan.

Keadaan seperti itu sebenarnya bukan hanya monopoli PKB, tetapi juga beberapa partai lain, termasuk PDI Perjuangan. Dalam hal ini PKB terlalu bergantung pada ketokohan Gus Dur, sedangkan PDIP pada sosok Megawati Sukarnoputri. Kondisi ini sama persis dengan Golkar di bawah Soeharto, di mana Ketua Dewan Pembina memiliki hak istimewa untuk menentukan segalanya. (*)

M Umar Syadat Hasibuan
Kandidat Doktor Ilmu Politik UI
(//mbs)

No comments:

A r s i p