Monday, June 25, 2007

EKSPEKTASI

Nasionalisme...!

Teramat sering kita mendengar orang berbicara secara fasih tentang nasionalisme. Kerap pula tak jelas, nasionalisme macam mana yang mereka maksudkan.

Ketika seorang pebisnis menjalankan ekspansi usaha ke negara lain, dengan mudah ia bisa dituduh sebagai pengusaha tidak nasionalis. Ia bisa dituding melarikan modal ke luar negeri, di tengah "kelaparan" negeri ini akan investasi. Ya, investasi diperlukan untuk membuka lapangan kerja bagi belasan juta anak-anak muda produktif yang menganggur.

Padahal, boleh jadi, atas nama nasionalisme jualah yang mendorong pengusaha itu untuk mengibarkan "bendera" Indonesia di negara lain. Tentu membanggakan jika ke mana pun pergi, kita dapat melihat nama perusahaan Indonesia di sana. Apakah kita tidak geregetan ketika tiba dari suatu perjalanan, yang mengucapkan "selamat datang" di bandar udara di Tanah Air adalah perusahaan asing? Ah, ini mungkin soal kecerdasan beriklan saja. Atau memang tidak ada produk nasional yang "berani" menjadi kebanggaan nasional, tampil dengan percaya diri mengucapkan selamat datang di pintu gerbang masuk ke Tanah Air ini?

Atau, justru ketidakjelasan nasionalisme itu pula yang membuat sejumlah pengusaha harus mencari tempat di negara lain untuk mengembangkan usaha. Dunia sudah berubah dan berputar sangat kencang. Siapa yang tidak bisa bergerak cepat, ia akan ketinggalan. Lebih mengerikan lagi, ia akan tergilas roda persaingan yang tak kenal ampun.

Sebuah contoh! Seorang pengusaha muda yang kebanjiran order. Akan tetapi, order itu tidak mungkin dipenuhi dari pabriknya di Indonesia. Pasalnya, listrik mati-hidup, gas tidak ada, dan berbagai hambatan lainnya. Kalau dia menghadapi persoalan semacam itu, ditambah birokrasi yang panjang, persoalan pajak yang memusingkan, ketenagakerjaan yang memberatkan, pungutan liar yang semakin gila, apakah ia tidak nasionalis jika berekspansi ke luar negeri?

Mana nasionalisme itu, ketika kita sebagai penghasil terbesar kedua CPO di dunia menikmati tingginya harga CPO di pasar internasional, justru rakyatnya harus membeli minyak goreng di pasar tradisional dengan harga selangit pula? Gas dan minyak tanah langka, padahal kita sebagai produsen yang selalu dielus-elus negara konsumen!

Dalam suatu seminar di hadapan pengusaha anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, ekonom senior Faisal Basri memberi definisi nasionalisme yang patut direnungkan. Nasionalisme adalah semangat untuk mendayagunakan segala potensi nasional bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (memajukan kesejahteraan umum), bukan orang seorang. Tak boleh ada eksploitasi dan dominasi oleh kaum kapitalis. Kemampuan daya saing nasional yang menghasilkan peningkatan taraf hidup rakyat dan perluasan lapangan kerja. Berdikari yang tidak berlandaskan autarki dan xenophobia...! (Andi suruji)

No comments:

A r s i p