Friday, June 22, 2007

Kalla Bantah Golkar Tinggalkan Presiden

PDI-P dan Partai Demokrat Juga Saling Mendekat

Jakarta, Kompas - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya, yang juga Wakil Presiden, M Jusuf Kalla, sudah berkomunikasi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai "Koalisi Kebangsaan" yang dibangun antara Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P di Medan.

"Sebelum saya ke Jawa Timur (Selasa), saya sudah menginformasikan (kepada Presiden). Ini hal terbuka, bukan rahasia. ’Pak Presiden, Golkar akan ada begini dengan PDI-P.’ Itu biasa saja," ujar Kalla saat ditanya wartawan di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (21/6).

Manuver politik Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Surya Paloh dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI-P Taufik Kiemas di Medan menimbulkan beragam spekulasi politik dan pertanyaan dari sejumlah anggota DPR.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono di Gedung DPR membantah isyarat bakal terjadinya konsolidasi Partai Golkar-PDI-P menjelang Pemilu 2009. Kalaupun muncul wacana koalisi kedua, ia menyatakan, itu bukan sikap kolektif partai.

"Pertemuan dua partai ini, sepanjang tidak ada komitmen mengikat, saya kira tidak ada masalah. Kalau sampai ke tingkatan koalisi secara konteks utuh, tentu harus melalui mekanisme formal yang berwenang secara hukum," ujar Agung.

Saat ditanya apakah silaturahmi itu bertentangan dengan sikap partai, Agung menjawab diplomatis, "Kalau untuk silaturahmi tidak apa-apa. Ini untuk tujuan bersama membangun bangsa, mengawal demokrasi, serta menurunkan suhu politik agar tidak terlalu tinggi dan kondusif. Saya pun sudah dikabari."

Mengenai ketidaklaziman koalisi antara partai pendukung pemerintah dan oposisi, Jusuf Kalla berujar, dalam praktik politik sehari-hari, Golkar dan PDI-P bisa berbeda, termasuk dalam soal posisi terhadap pemerintah. Akan tetapi, Golkar dan PDI-P tetap harus bersahabat, berpikir mengenai masalah kebangsaan. "Kami sependapat dalam satu program, tetapi tidak dalam keseluruhan. Jangan dalam kita berpolitik berhadap-hadapan, tetapi bersahabat," ujarnya.

Kalla mementahkan anggapan banyak kalangan mengenai apa yang dirintis Golkar dengan PDI-P sebagai bagian dari upaya membangun koalisi permanen menuju Pemilu 2009. "Dalam politik tidak ada sesuatu yang permanen. Pemilu 2009 itu ya (dipikir) 2009," ujarnya.

Kalla menuturkan, "koalisi kebangsaan" antara Golkar dan PDI-P memiliki tujuan tunggal kemakmuran. Tujuan tunggal bisa dicapai dengan posisi masing-masing, apakah sebagai partai pemerintah atau oposisi.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDI-P Pramono Anung memberikan jawaban senada. Ia menegaskan, pertemuan PDI-P dan Partai Golkar belum sampai pada pembicaraan tentang Pemilu 2009. "Ilmu kami belum sampai sana (Pemilu 2009)," katanya.

Implementasi dari koalisi itu, kata Pramono, sekarang masih difokuskan pada pemilihan kepala daerah, terutama di sekitar DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Sebab, berdasarkan pengalaman, jika Golkar dan PDI-P bertarung, kemungkinan besar keduanya akan kalah.

Ketika ditanya apakah koalisi ini merupakan keputusan resmi PDI-P, Pramono menjawab, semua kebijakan PDI-P dibahas dalam rapat pleno. "Termasuk jika saya ke Medan, itu hasil keputusan rapat pleno," ujarnya.

Pramono Anung mengatakan, koalisi masih terbuka untuk partai lain yang berfaham sejenis, yaitu berkomitmen pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, dan Pancasila. Sebab, koalisi itu juga bertujuan untuk menjaga Indonesia sebagai negara kebangsaan yang pluralis.

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi menilai kesepakatan konsolidasi dua partai politik itu sebagai langkah politik yang wajar, bahkan jika keduanya lalu berkoalisi.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Subur Budhi Santoso tidak khawatir dengan "koalisi kebangsaan" Golkar dan PDI-P. Subur menilai silaturahmi sebagai hal baik karena memang tidak selayaknya sesama partai politik saling bertentangan atau berhadap-hadapan.

Subur yang sekarang menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden juga tidak merasa waswas karena dirinya dan juga Partai Demokrat akrab dengan orang-orang PDI-P.

Subur menegaskan, selama ini Partai Demokrat dan PDI-P juga berusaha saling mendekat. "Pak SBY dan juga Pak Taufik Kiemas selama ini juga baik. Kalau ada pertemuan, mereka saling mengundang itu," ujarnya.

Kader muda PDI-P, Budiman Sudjatmiko, melihat manuver Taufik dimaksudkan selain untuk kepentingan pemilihan kepala daerah, juga untuk mengonsolidasikan langkah kaum nasionalis pluralis.

Meskipun demikian, manuver politik Taufik itu dikritik aktivis Fadjroel Rachman. "Di mana pun di dunia tidak ada partai oposisi berkoalisi dengan partai pemerintah, sambil terus berteriak oposisi," ujar Fadjroel.

(INU/DWA/JON/HAR/BDM)

No comments:

A r s i p