Friday, June 22, 2007

Tajuk Rencana

KOMPAS

Partai Golkar dan PDI-P?

Sengaja tanda tanyalah judul ulasan ini: kita berpendapat pertanyaanlah reaksi yang muncul terhadap pertemuan Partai Golkar dan PDI-P di Medan.

Apa latar belakang makna "Silaturahmi Nasional Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan" di Medan, Rabu 20 Juni 2007. Pimpinan kedua partai menjelaskan latar belakang yang sama, yakni kerisauan tentang eksistensi dan peran faham kebangsaan, tentang persatuan dalam kemajemukan (Bhinneka Tunggal Ika), tentang Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup kita bersama. Tidak dijelaskan mengapa risau?

Persoalan bisa pula dilihat dari dimensi lain. Kita sedang mengisi bangunan Negara Kebangsaan yang bersendi dan berpandangan Pancasila. Dalam politik sebutlah bangunan demokrasi, bangunan otonomi. Dalam bidang sosial-ekonomi kita sedang mewujudkan perbaikan perikehidupan rakyat bangsa dan negara secara konkret. Dalam bidang sosial-budaya juga sedang kita selenggarakan pendidikan etos serta sikap budaya maju dan terbuka yang tetap bereferensi pada jati diri kita. Muncullah dalam prosesnya energi dan dinamika baru, benturan serta beragam perbedaan, hambatan, dan persoalan. Sejalan dengan demokrasi, berlangsung pula aliansi-aliansi politik. Di antaranya untuk memperoleh mayoritas suara dalam DPR agar pemerintah bisa melaksanakan pemerintahannya. Masuk akal proses itu disertai dinamika yang melibatkan juga kepentingan politik masing-masing. Adagiumnya, "tak ada aliansi permanen, yang ada kepentingan permanen".

Dalam konteks kondisi dan persoalan seperti terurai di atas, logis pendekatan Golkar dan PDI-P dalam panggung bersama di Medan membangkitkan berbagai pertanyaan, analisis, dan spekulasi. Di antaranya, apa pengaruh pertemuan Medan terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla, apakah berdampak positif, negatif, atau netral?

Kita termasuk yang mengamati bahwa proses kenegaraan dan pemerintahan dalam transformasi dewasa ini memang disertai beragam kerisauan. Di antaranya kerisauan perihal eksistensi bangsa dan negara Indonesia yang bersatu dalam kerangka Pancasila, kebangsaan, dan kesatuan. Perkembangan yang kita khawatirkan masih dalam proses yang normal atau memang menimbulkan perasaan waswas. Perasaan itu muncul terutama oleh faktor-faktor berikut. Seberapa jauh perbaikan perikehidupan rakyat terpenuhi. Perubahan kekuatan politik yang berlangsung dewasa ini akan membuat seperti apa pola dan sosok berikut keseimbangan politik yang tercapai. Siapa pun orangnya, menyelenggarakan pemerintahan dalam masa transisi itu secara obyektif rumit dan sulit. Dalam kondisi itu seberapa jauh kinerja pemerintah dan pemerintahannya bisa kita selenggarakan lebih berwibawa dan lebih efektif. Seberapa jauh kita berhasil mempercepat perbaikan perikehidupan rakyat banyak. Seberapa jauh kita berhasil membangkitkan bangsa untuk bersama mengatasi ketinggalan kita.

Keberhasilan akan memperkuat faham kebangsaan, Pancasila, dan persatuan. Sebaliknya kegagalan akan melemahkan bangunan bangsa dan negara.

***

No comments:

A r s i p