Sunday, June 24, 2007

Nasir Abas (Singapura 6 Mei 1969)

Ditangkap Polri 18 April 2003 di Bekasi, Jawa Barat. Dipenjara sampai 18 Februari 2004.

Nasir Abas:

Noordin M Top Salah Menurut Ajaran Islam

TERORISME terus mengancam kehidupan. Dalam beberapa waktu terakhir ini polisi menangkap sejumlah orang yang diduga sebagai pelaku dan bahkan sedang menyiapkan teror. Mereka dituding sebagai anggota kelompok Jamaah Islamiyah (JI), organisasi yang menyiapkan pendirian Negara Islam Indonesia (NII). Mereka mempunyai jaringan sekaligus logistik cukup kuat karena mampu membeli persenjataan dan bahan peledak. Bagaimana sebenarnya keberadaan mereka? Nasir Abas, penulis Membongkar Jamaah Islamiyah', mantan anggota JI, bersedia membongkar berbagai "rahasia teroris" pada media ini. Apa saja yang diungkapkan laki-laki asal Malaysia yang pernah menjadi instruktur di Akademi Militer Arghanistan dan spesialis otak-atik senjata dari pistol sampai senapan berat altileri ini? Berikut petikannya. Anda pernah bilang tak setuju dengan teror ala anggota JI? Mengapa?

Sejak awal ditangkap pada 2003 saya sudah berniat berhenti. Cukup. Jangan sampai terjadi lagi peristiwa-peristiwa kekerasan yang mengatasnamakan pembelaan terhadap Islam. Setelah peristiwa bom Bali 12 Oktober 2002, bagi saya teror itu sudah cukup. Jangan sampai satu kesilapan atau kesalahan terjadi lagi menimpa umat manusia.

Anda tak takut dicap sebagai pengkhianat atau bahkan dikejar-kejar teman seorganisasi dulu?

Saya tak pernah berniat mencelakakan teman-teman. Tak pernah. Mereka itu melakukan hal yang dianggap melanggar hukum, ya...akhirnya ditangkap polisi. Mereka ditangkap karena memang melanggar hukum bukan karena anggota Al Jamaah Al Islamiyah. Saya tidak pernah rela pada polisi yang menangkap siapa pun secara sembarangan. Namun yang saya pahami dan lihat polisi memang menangkap orang-orang yang melakukan pelanggaran hukum, terkait dengan aksi kekerasan, pengeboman, pembunuhan, dan perampokan.

Mengapa mereka melakukan pengeboman, perampokan, dan pembunuhan?

Aksi pengeboman itu terjadi karena terpengaruh pada ucapan Usamah bin Ladin. Saya tidak pernah mau menyetujui Usamah yang memperbolehkan membunuh musuh, yakni AS dan sekutu-sekutunya, tak peduli militer maupun sipil. Itu bukan fatwa tapi hanya pernyataan!

Selain itu ada juga keyakinan boleh membalas dendam jika itu berupa pembelaan terhadap nasib umat Islam. Karena itu mereka melakukan pembunuhan bukan di daerah konflik dan tidak sedang dalam kondisi terdesak. Ini satu kesalahan besar dari sudut syariat. Ini juga dilarang oleh Islam, yakni membunuh orang-orang tidak bersenjata yang tidak siap menghadapi serangan.

Mengapa mereka akhirnya menghalalkan segala cara?

Bukan menghalalkan segala cara tapi meyakini cara yang mereka anggap benar. Apabila orang itu sudah dianggap musuh maka halal harta dan darahnya. Itu masalahnya. Saya kira ini kesalahan mengartikan dan memahami ajaran Islam yang setahu saya tidak seperti itu. Islam mengajarkan perdamaian bukan sebaliknya. Islam sangat menghargai nyawa setiap insan apa pun agamanya.

Saya tegaskan, aksi kekerasan yang dilakukan JI adalah pengaruh dari luar bukan dari internal JI. Yang saya pahami, itu akibat pernyataan Usamah sehingga terjadilah pengeboman gereja, bom Bali dan lainnya yang kemungkinan diatur oleh Hambali.

Sebenarnya tidak semua anggota JI yang pernah berjuang di Fililipina dan Afghanistan setuju pada cara-cara kekerasan. Hampir sebagian besar anggota tak setuju, tapi soal jumlahnya saya lupa. Jika saja semua setuju aksi teror, kondisinya akan lebih parah lagi. Lihatlah...toh pelakunya itu-itu juga, bisa dihitung.

Dari mana mereka memperoleh dana dan uang untuk membiayai aksi teror?

Logistisk berasal dari uang kalangan sendiri seperti infak rutin, infak suka rela, fisabilillah, infak ketika majelis taklim. Belakangan baru saya dengar dari para pelaku bom bahwa mereka mendapatkan bantuan dari Alqaedah, tapi itu untuk operasional bukan untuk kegiatan JI.

Nah JI sendiri mampu beli senjata dari Filipina dengan biaya yang ada. Asal punya uang bisa saja membeli senjata dan bahan peledak lalu dibawa ke Indonesia. Sebenarnya bahan-bahan peledak itu kan bahan kimia dan bisa didapatkan di Indoensia. Contohnya bom Bali I, bahannya potasiumklorat yang dapat diperoleh dari toko kimia. Bahan tersebut menjadi berbahaya kalau dicampur dengan zat lain.

Kalau bahan-bahan itu dari dari luar, mengapa begitu mudah masuk ke Indonesia?

Saya tak mau katakan bahan-bahan itu begitu mudah masuk ke Indonesia. Sebenarnya sulit. Penjagaan aparat di perbatasan cukup ketat. Namun yang namanya manusia pasti ada lengahnya. Nah moment-moment lengah itulah yang digunakan, dimanfaatkan untuk menembus masuk Indonesia. Waktu saya masuk secara ilegal, deg-degan juga ketika melihat polisi atau tentara di perbatasan. Ha ha ha...

Sebelum masuk Indonesia, mengapa mereka belajar senjata dan bom dari Afghanistan?

Itulah yang kami pelajari di sana. Semua hal yang berkaitan dengan pertempuran, peralatan, penglengkapan, senjata, taktik stragegi, navigasi dan lainnya. yang belajar bukan hanya dari Indonesia, tapi dari beberapa negara. Yang paling tidak disiplin itu sebenarnya dari orang-orang Indonesia yang menamakan dirinya dari kelompok NII. Mereka senang bergaya dan foto-foto bersama. Ha ha ha...Padahal sebenarnya tak boleh memotret. Tapi tak tahulah mengapa orang NII begitu....

Mengapa orang-orang seperti Noordin M Top atau Abu Dujana atau tokoh-tokoh lain tidak melakukan sendiri aksinya?

Mungkin faktor kebetulan orang yang bisa dan mau disuruh melakukan bom bunuh diri adalah orang yang berasal dari ekonomi lemah atau pas-pasan sehingga kalau boleh saya katakan dia putus asa, pingin cepat mati. Begitu kan? Mana ada yang mau bunuh diri dari kalangan orang kaya, pengusaha, atau pimpinannya. Kalau misal Noordin meyakini dengan mati membawa bom bunuh diri bisa masuk surga kenapa bukan dia yang melakukan aksi bom bunuh diri? Karena dia dan tokoh-tokohnya punya harapan untuk hidup. Orang yang menjadi pelaku memang tak punya harapan, mereka mungkin berpikir...ya sudahlah saya mati saja kan masuk surga daripada hidup di dunia ini susah.

Bukan saya melecehkan masuk surga atau tidak. Kita harus meyakini surga dan neraka itu ada dan harus berharap untuk masuk surga. Tapi untuk menentukan masuk surga kita tidak punya wewenang menentukan. Itulah letak kekeliruan pemahaman yang membuat saya heran, geleng-geleng kepala kenapa anak-anak muda ini langsung meyakini apa yang dikatakan Noordin. Hal ini pun tak pernah terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW dulu. Berharap boleh tapi untuk menentukan tak bisa. Apa Noordin bisa menentukan dirinya dan orang lain masuk surga kalau mati?

Apa benar mereka ingin mendirikan Negara Islam Indonesia?

Dari yang saya lihat ketika di Afghanistan, mereka yang berasal dari Indonesia memang ingin mendirikan NII. Mereka menginginkan masa-masa seperti pada saat Kartosuwiryo dulu yang memproklamasikan NII pada 7 Agustus 1949. Hanya misi mendirikan NII sudah melenceng jauh dan yang hanya adalah rasa ingin membalas dendam atas perintah pernyataan Usamah bin Ladin.

Sejak awal JI menyatakan bergerak dengan tujuan mendirikan negara Islam di mana pun tempat yang memungkinkan berdirinya negara tersebut. Dalam hal ini menurut mereka Indonesia merupakan tempat strategis dan memungkinkan. Namun gerakannya tak hanya di sini, tetapi juga di Malaysia, Singapura, Filipina dan Australia.

Lantas apa yang harus dilakukan Pemerintah Indonesia?

Untuk menangkis terorisme perlu ada upaya dari Pemerintah, ulama, dan tokoh masyarakat meng-counter pernyataan Usamah bin Ladin. Pernyataan tersebut bukan fatwa dan harus dibantah, diluruskan. Umat Islam harus menyadari bahwa membunuh adalah kesalahan besar. Yang kedua, mengatakan apa yang dilakukan Noordin M Top dan kawan-kawannnya itu keliru.

Salah menurut ajaran Islam. Perlu saya sampaikan, mereka melakukan aksi kekerasan bukan berdasarkan ajaran Islam tapi hanya ikut-ikutan pernyataan Usamah. Beri tahu mereka bahwa keyakinannya selama ini salah. Mari arahkan mereka ke jalan yang baik. Membela umat Islam memang kewajiban orang Islam, tetapi yang dilarang adalah melakukan aksi kekerasan. (Agung PW-35)

No comments:

A r s i p