Thursday, June 28, 2007

TAJUK RENCANA
kOMPAS

Demokrasi dan Kekerasan

Hampir setiap hari kita saksikan di media terjadinya kekerasan di masyarakat. Terjadi penggusuran tempat tinggal atau tempat berdagang kaki lima.

Penghuni atau pedagang tidak terima penggusuran oleh polisi atau oleh polisi pamong praja. Muncullah perlawanan, dari adu mulut sampai saling mendorong dan memukul. Kekerasan dalam bentuk lain, bersumber dari masalah kehidupan sosial-ekonomi dan masalah lain, juga kita saksikan. Frekuensinya memberi kesan semakin sering dan muncul di berbagai tempat.

Beragam pertanyaan, refleksi, dan penggugatan diri muncul. Di antaranya pertanyaan, bukankah salah satu peran dan amanat demokrasi justru agar persoalan dan perbedaan pendapat serta kepentingan tidak diselesaikan dengan kekerasan, tetapi secara damai?

Kita pun segera membela diri. Barangkali kekerasan yang timbul dari perbedaan kepentingan dan pendapat maupun dari beragam persoalan hidup muncul karena demokrasi kita masih dalam masa transisi dan pembelajaran. Meskipun pertimbangan itu benar, kita toh tetap bertanya dan menggugat diri. Maksudnya agar jangan keterusan. Tujuannya juga agar kita sadar perihal persoalan yang kita hadapi.

Kita pun ingin mengingatkan diri kita, terutama para pemimpin formal maupun informal, agar memahami dan menyadari perubahan-perubahan yang sedang kita hadapi, termasuk perubahan sistem, sikap, nilai, dan budaya sosial politik dari otokrasi ke demokrasi. Memang salah satu unsur substantif serta mendasar bagi demokrasi ialah kebebasan. Kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan membela kepentingan serta hak-hak, bahkan juga kebebasan yang diekspresikan lewat protes serta demo. Tetapi, justru karena semua itu, justru karena ada kebebasan itu, tujuannya agar perbedaan pendapat serta perbedaan kepentingan disikapi serta diselesaikan secara damai lewat hukum maupun lewat dialog dan musyawarah.

Apalagi dalam masa transisi pembangunan demokrasi, mungkin saja pemahaman kita tidak komprehensif. Misalnya diambil kebebasannya tanpa memahami, menyadari, dan mempraktikkan bahwa kebebasan itu justru berperan agar segala sesuatu diselesaikan dan dihadapi secara damai dan secara hukum. Dialog bahkan musyawarah tetap berperan. Mungkin tidaklah populer jika dewasa ini kita mengingatkan, meskipun demokrasi memiliki nilai-nilai universal, dalam pelaksanaannya tidaklah mungkin mengabaikan sama sekali nilai budaya lokal, terutama nilai budaya lokal yang tidak bertentangan dengan demokrasi, melainkan merupakan konteks dalam mengakarkan serta memasyarakatkan faham demokrasi itu.

Orang Jerman bilang Fourschung und Lehre, memahami secara teori serta mempraktikkannya. Barangkali pendekatan itu relevan dalam melaksanakan komitmen kita menyelenggarakan serta melaksanakan perikehidupan bersama yang demokratis. Dipraktikkan termasuk melalui kelemahan dan kelalaian, tetapi sekaligus juga disikapi serta dinilai secara kritis.

No comments:

A r s i p