Wednesday, June 6, 2007

Nilai Demokrasi Turun
Presiden dan DPR Seharusnya Lebih Elegan

Jakarta, Kompas - Peneliti Centre for Strategic and International Studies atau CSIS, J Kristiadi, sangat memprihatinkan sikap ngotot dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sikap itu tidak hanya menurunkan kredibilitas DPR dan Presiden, tetapi juga menurunkan nilai-nilai demokrasi.

"DPR dan Presiden seharusnya bisa lebih elegan. Misalnya, DPR dapat bilang, Presiden diharapkan datang tetapi tidak perlu penuh. Presiden cukup bicara hal pokok selama 30-45 menit, lalu dapat pergi. Penjelasan selanjutnya diberikan menteri yang ditunjuk. Sikap serupa juga dapat diperlihatkan Presiden. Jangan saling ngotot dengan berbagai dalih, seperti menjaga martabat. Sikap seperti itu justru menghancurkan martabat," ujar Kristiadi.

Ideologi yang dipakai Presiden dan DPR dalam hal interpelasi terhadap dukungan pemerintah atas Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 1747 tentang Perluasan Sanksi terhadap Iran, kata Kristiadi, juga tak masuk akal. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari krisis dan kekuatan militer yang terbatas, pilihan diplomasi Indonesia menjadi tidak banyak. Keadaan ini yang seharusnya disadari dan dengan jujur diakui.

Daripada dipakai saling ngotot membahas interpelasi, energi DPR dan Presiden seharusnya lebih difokuskan untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang lebih penting, seperti sengketa tanah di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. "Apa di Indonesia tidak ada masalah yang lebih penting? Seharusnya lebih dipikirkan DPR dan Presiden ketika bangun pagi adalah soal rakyat yang miskin dan sibuk mencari pekerjaan," kata Kristiadi.

Kurang percaya diri

Secara terpisah, Ketua Umum Hizbuth Tahrir Indonesia M Al-Khaththath mengatakan, ketakhadiran Presiden Yudhoyono dalam sidang paripurna DPR soal interpelasi memiliki dua arti. Pertama, Presiden kurang percaya diri kebijakannya mendukung resolusi PBB sudah tepat dan benar. Presiden ragu sikapnya bisa dipersalahkah atau tidak, kalau dilihat dari sisi konstitusi dan perilaku politik.

"Kemungkinan kedua, Presiden meremehkan lembaga DPR," ujarnya.

Ia pun membandingkan dengan sikap Presiden Yudhoyono yang langsung menanggapi sendiri pernyataan Amien Rais soal dana Departemen Kelautan dan Perikanan dan dana asing pada calon presiden dengan bahasa tubuh dan kalimat yang responsif. (NWO/mam)

No comments:

A r s i p