Tuesday, August 7, 2007

Partai Islam Jangan Asal Klaim sebagai Islami

Jakarta, Kompas - Partai Islam sebaiknya memperlihatkan praktik nilai Islam lebih dulu sebelum mengklaim dirinya sebagai partai yang Islami. Apalagi nilai Islam sesungguhnya jauh lebih tinggi dari praktik keislaman partai Islam. Pasalnya, membawa Islam menjadi bagian partai sama saja memperkecil makna Islam itu sendiri.

Demikian pandangan Prof Abdullah Ahmed An-Naim, pakar Syariah Amerika Serikat asal Sudan, dalam diskusi "Partai Islam dan Tantangan Terorisme di Dunia Muslim" di Kantor DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Jakarta, Senin (6/8). Diskusi yang dibuka Sekjen PPP Irgan Chairul Mahfiz ini dihadiri sejumlah pengurus PPP dan kader PPP.

Klaim sebagai partai Islam yang Islami, menurut Abdullah, tidak cukup sekadar wacana, tetapi juga harus ada langkah konkret yang dipraktikkan di internal partai bahwa partainya menjalankan nilai-nilai Islam.

"Partai Islam yang jumlahnya banyak sesungguhnya sulit dikatakan sebagai Islami sebelum partai Islam yang Islami itu harus bisa memberikan dan memperjuangkan keadilan sosial dan cinta pada perdamaian," ujar Abdullah.

Sebelum partai Islam bisa memperlihatkan praktik Islaminya, menurut Abdullah, partai Islam tersebut tidak punya hak moral untuk menyebut diri sebagai partai Islam dan mengajarkan nilai-nilai Islam.

"Itu sebabnya, kita perlu melihat kualitas partai yang menyebut dirinya sebagai partai Islam," ujarnya.

Menurut Irgan, sejak awal berdiri PPP sudah menetapkan khitah perjuangannya adalah Islam. Itu sebabnya, nilai-nilai Islam sudah diterapkan di internal PPP.

"Keislaman yang sudah berlaku di PPP ini sebagai bentuk dari keislaman masyarakat. Pasalnya, PPP dibentuk dalam semangat keislaman yang hidup dalam masyarakat," ujarnya.

Itu sebabnya, Irgan menjelaskan, PPP juga mempunyai program konkret untuk meningkatkan kualitas hidup Muslim di Indonesia. Peningkatan kualitas itu tidak hanya dalam hal pemahaman keagamaan, tetapi juga di bidang ekonomi.

Anggota Majelis Pakar DPP PPP Abdullah Syarwani mengakui, intelektualitas kaum Muslim Indonesia masih harus didorong untuk menyelesaikan persoalan keumatan. (MAM)

No comments:

A r s i p