Tuesday, April 1, 2008

Merindukan Kepemimpinan Negarawan, Bukan Politisi

Minggu, 30 Maret 2008 - 13:16 wib

Mungkinkah Pemilu 2009 akan melahirkan pemimpin masa depan visioner yang membuat bangsa ini bangkit dari keterpurukan? Pertanyaan tersebut sangat layak diajukan, mengingat kondisi bangsa saat ini. Pemimpin yang tampil memimpin Indonesia belum sepenuhnya mampu bekerja sesuai harapan rakyat banyak. Sejatinya, pemimpin yang tampil hanya mampu berjanji sebelum terpilih.

Setelah terpilih, mereka terlena dengan kekuasaan.Ini terjadi di hampir semua level kepemimpinan, baik tingkat pusat maupun nasional. Parahnya, kekuasaan yang dimiliki digunakan untuk melakukan perbuatan- perbuatan yang tidak terpuji, misalnya melakukan korupsi. Sementara rakyat terus saja menjerit.

Terimpit dalam kesulitan hidup. Kini, menjelang Pemilu 2009, situasi politik mulai memanas. Para elite politik mulai sibuk memikirkan kursi kekuasaan. Paling tidak, hal itu terlihat dengan ramainya bursa calon presiden. Beberapa nama mulai dijagokan sebagai calon presiden. Dari sejumlah kandidat yang muncul, terdapat muka-muka lama yang pernah memimpin negeri ini. Sebut saja Abdurahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarno Putri, dan Susilo BambangYudhoyono (SBY).

Di samping itu, terdapat juga nama sejumlah tokoh yang tidak asing bagi masyarakat namun belum pernah memimpin negeri ini, misalnya Amin Rais, Wiranto, Akbar Tanjung, Sri Sultan HB X, Probowo Subianto, Sutiyoso, Hidayat Nur Wahid, Yusril Ihza Mahendra, Surya Paloh, Din Syamsuddin, Fadel Muhammad, Ryamizard Ryacudu.

Dua nama dari semua kandidat yang ada, tentu saja mereka memiliki track record dan perjalanan karier yang bagus. Sutiyoso, misalnya, selama memimpin DKI Jakarta dua periode, telah banyak keberhasilan yang dicapai Sutiyoso untuk memajukan Jakarta. Tidak salah namanya disebut-sebut sebagai kandidat terkuat yang akan menyaingi beberapa tokoh yang namanya sudah malang-melintang dalam dunia politik Indonesia. Di samping Sutiyoso, nama Sri Sultan HB X juga patut diperhitungkan sebagai calon presiden alternatif yang dijagokan dan dielu-elukan masyarakat. Apalagi, selama memimpin Yogyakarta, Sri Sultan adalah raja yang dikenal dekat dengan rakyatnya.

Tidak salah di kalangan masyarakat Yogyakarta, Sri Sultan dipuja dan dihormati. Pemikirannya tentang kepemimpinan yang mengabdi kepada rakyat membuat ia dikagumi oleh rakyat Yogyakarta, termasuk elite politik negeri ini. Begitu dekatnya Sri Sultan dengan rakyat, ketika kerusuhan melanda Indonesia pada 1998, dengan karisma yang besar, Sri Sultan mampu mengendalikan Yogyakarta dari amuk massa. Padahal, saat itu Sri Sultan ada di Ciganjur bersama Amien Rais, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno Putri di depan para mahasiswa yang sedang marah. Dua nama di atas, Sutiyoso dan Sri Sultan, merupakan putra terbaik bangsa ini yang memiliki peluang cukup besar sebagai pemimpin negeri ini.

Pemimpin negarawan dalam wacana kehidupan politik nasional yang berkembang saat ini, sebenarnya rakyat menginginkan calon presiden diisi muka-muka baru. Untuk itulah, sosok Sri Sultan dan Sutiyoso jelas penjelmaan dari semua harapan tersebut. Sebab, sepanjang yang kita lihat, para kandidat yang muncul selalu muka-muka lama-- yang bagi masyarakat sudah terlihat kegagalannya dalam memimpin negara. Berpijak kepada persoalan itulah, Sri Sultan dan Sutiyoso menjadi kuda hitam atau calon presiden alternatif yang layak diperhitungkan dalam pemilihan presiden mendatang. Jika nanti mereka benar-benar terpilih, masyarakat sudah pasti menginginkan Sutiyoso dan Sri Sultan bisa menjadi pemimpin negarawan masa depan yang memikir rakyat. Bukan pemimpin politisi.

Sebab, selama ini, pemimpin negarawan semakin berkurang. Atau boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Sementara pemimpin politisi membanjir seiring dengan tampilnya politisi dadakan menjadi pengurus partai politik. Mengapa kita tidak butuh pemimpin politisi. Sebab, pemimpin politisi hanya loyal kepada kepentingan partai. Dalam hal ini kita bisa melihat contoh kecilnya saja, yaitu ada sejumlah menteri yang diancam partainya akan ditarik kembali karena dinilai kurang peduli dengan kepentingan politik partainya setelah duduk di kabinet. Dengan demikian, pandangan pemimpin politisi lebih mementingkan kepentingan politik atau kelompoknya. Lalu, mengapa kita butuh pemimpin negarawan? Sebab, seorang pemimpin negarawan mempunyai pandangan-pandangan yang berorientasi terhadap kepentingan rakyat, bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan partai politik.

Pemimpin negarawan lebih tegas dan berani mengambil keputusan sekalipun tidak populer asal demi kepentingan rakyat yang dipimpinnya. Catatan penutup sebagai negara yang menerapkan sistem politik demokratis, keinginan kita untuk mendapatkan pemimpin negarawan bukan pemimpin politisi sehingga mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, akan sangat ditentukan dukungan yang luas dari para pemilih.

Dengan dukungan yang luas dari masyarakat,pada akhirnya sang pemimpin yang tampil akan mampu melahirkan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Jadi, mari kita tunggu pemimpin negarawan yang akan membawa rakyat Indonesia menuju kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan. Semoga.

OKSIDELFA YANTO
Staf CSIS Jakarta

No comments:

A r s i p