Tuesday, April 1, 2008

Mengislahkan PKB

Senin, 31 Maret 2008 - 09:58 wib

Pencopotan Muhaimin Iskandar dari kursi Ketua Umum DPP PKB sebagai hasil dari Rapat Pleno Dewan Syuro dan Dewan Tanfidz PKB pada Rabu (26/3) lalu, sebenarnya tidaklah mengagetkan karena sudah bisa diprediksi sebelumnya.

Muhaimin pun mengaku sudah merasa kursinya akan digoyang sejak tiga bulan lalu, namun dia berusaha bersabar. Ternyata, sikap diam dan kesabaran Muhaimin itu berakibat fatal. Rapat pleno yang semula tidak mengagendakan permintaan pengunduran diri, ternyata berbuah penggulingan kursi yang telah didudukinya sejak Muktamar Semarang (2005).

Sejak pencopotan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKB Lukman Edy dengan dalih merangkap Menteri PDT setelah reshuffle kabinet (2007), sebenarnya posisi Muhaimin sudah berada di ujung tanduk. Terbukti, mantan Ketua Umum PMII itu hanya bertahan 10 bulan dan akhirnya menyusul Lukman Edy. Memang, Muhaimin bukan satu-satunya Ketua Umum PKB yang dicopot di tengah jalan, sebelumnya telah ada mendiang Matori Abdul Djalil dan Alwi Shihab.

Pasalnya, setelah Lukman Edy turun, Yenny Wahid yang semula wakil sekjen kemudian terpilih menjadi Sekjen PKB. Padahal, semula Gus Dur tidak menghendaki anaknya itu menjadi sekjen. Terbukti, dalam rapat pleno akhirnya Yenny terpilih menggantikan Lukman Edy. Tidak menutup kemungkinan nanti dalam rapat pleno yang akan digelar dua pekan lagi, Yenni akan "diminta" untuk menggantikan Muhaimin, meski di berbagai media massa putri kesayangan Gus Dur itu mengatakan tidak bersedia menggantikan Muhaimin.

Sentralisasi Kekuasaan

Sejak PKB didirikan 10 tahun lalu, sudah terlihat sentralisasi kekuasaan partai pada diri Deklarator PKB KH Abdurrahman Wahid. Memang kekuasaan Gus Dur yang juga Ketua Dewan Syura PKB begitu dominan, bahkan di atas Ketua Dewan Tanfidz Muhaimin Iskandar.

Besarnya kekuasaan Gus Dur itu dapat diibaratkan seperti besarnya kekuasaan Ayatullah Ali Khamenei di Iran yang melebihi kekuasaan Presiden Mahmoud Ahmadinedjad sekalipun. Bahkan, kekuasaan Gus Dur semakin dominan karena memang dilegalisasi oleh hasil Muktamar Semarang. Tidaklah mengherankan jika salah seorang Ketua DPP PKB, Moeslim Abdurrahman, sampai berani memastikan Muhaimin terpaksa akan dicopot jika tidak bersedia mengundurkan diri.

Ketua FKB DPR Effendy Choirie pun menyarankan agar Muhaimin menerima keputusan pengunduran dirinya. Jangan coba-coba melakukan perlawanan terhadap Gus Dur. Seolah-olah Effendy ingin mengatakan Muhaimin pasti akan kalah jika berusaha melawan Gus Dur. Begitulah kekuasaan Gus Dur di PKB, selain karismanya yang besar di kalangan umat nahdliyin.

Meski banyak orang mengatakan Muhaimin menjadi korban fitnah yang dilakukan para pembisik di sekitar Gus Dur, namun diperkirakan keponakan Gus Dur itu tidak mungkin mampu memenangkan pertarungan politik tingkat tinggi di lingkaran elite PKB. Ada yang menduga grand design krisis politik dan konflik internal kali ini tidak lain Gus Dur sendiri.

Sebab, seandainya Gus Dur tidak merestui pencopotan Muhaimin, praktis percopotan itu akan gagal, meski dalam rapat pleno gabungan tersebut Gus Dur tidak memberikan suara. Tetapi karena mayoritas peserta menghendaki Muhaimin mengundurkan diri, Gus Dur mengaku hanya mengamini saja. Maka, tidaklah mengherankan bila Muhaimin mensinyalir adanya infiltrasi di dalam tubuh PKB. Menurut dia, infiltrasi tersebut bertujuan menghancurkan PKB, membenturkan dirinya dengan Gus Dur, dan menghancurkan politik NU.

Karena itu dia segera membentuk tim investigasi untuk menyelidiki latar belakang keputusan pencopotan dirinya dan dugaan adanya infiltrasi tersebut. Dia yakin alasan pencopotannya (yang dikemukakan rapat) tidaklah masuk akal, yakni bersama Lukman Edy sedang menggalang MLB untuk melengserkan Gus Dur dari posisi Ketua Dewan Syura PKB untuk diganti Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi.

Konon, setelah itu Muhaimin akan mencalonkan diri jadi calon presiden atau wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2009. Seandainya Muhaimin menginginkan MLB untuk menggeser Gus Dur, bisa jadi nantinya malah menjadi bumerang menghantam dirinya sendiri. Sebab, Muhaimin pasti tahu betul kekuatan Gus Dur di PKB: tak mungkin ditandingi oleh siapa pun, termasuk dirinya.

Apalagi, selama ini Muhaimin dikenal sebagai loyalis Gus Dur dan selalu mendukung Gus Dur ketika konflik melawan Matori Abdul Djalil dan Alwi Shihab. Muhaimin juga keponakan Gus Dur dan menganggap Gus Dur sebagai guru politiknya. Muhaimin sejak muda selalu berada di bawah bimbingan Gus Dur selama bertahun-tahun dan sempat ikut menumpang di rumah mantan Presiden RI tersebut.

Dengan demikian, hubungan Gus Dur-Muhaimin sudah demikian eratnya, bagaikan ayah dan anak. Mustahil kalau alumni Fisipol UGM Yogyakarta itu berusaha melengserkan Gus Dur dari posisi Ketua Dewan Syura PKB dengan mengadakan MLB. Begitu pun tidak beralasannya tuduhan Muhaimin ingin menjadi calon presiden atau wakil presiden. Sebab, selama ini Muhaimin selalu mendukung pencalonan Gus Dur menjadi calon presiden. Jelas, semua itu bagi Muhaimin merupakan fitnah.

Strategi Politik

Sekarang, yang menjadi pertanyaan, bagaimana sebaiknya Muhaimin menyikapi keputusan pencopotan dirinya dari posisi Ketua Umum DPP PKB tersebut? Hal yang lebih penting lagi adalah bagaimana dia harus bersikap agar PKB tetap solid sehingga siap menghadapi pemilu sehingga PKB tetap menjadi partai besar dan dihormati.

Pertama, karena kekuatan Gus Dur tidak mungkin dilawan, seharusnya Muhaimin menerima reposisi tersebut. Lebih baik Muhaimin berkonsentrasi pada posisinya sebagai Wakil Ketua DPR. Sebab, setelah Zaenal Ma'arif di-recalldan Soetardjo Soeryogoeritno sakit-sakitan, praktis pimpinan DPR menjadi pincang.Jika Muhaimin terus melawan yang berakibat di-recall dari kursi Wakil Ketua DPR sebagaimana Zaenal Ma'arif, pimpinan DPR akan semakin pincang karena tinggal Ketua DPR Agung Laksono yang berfungsi penuh.

Lebih baik Muhaimin berkorban demi kelangsungan kepemimpinan DPR. Kedua,tindakan semacam itu tidak sesuai AD/ART yang merupakan konstitusi PKB, di mana seseorang bisa mundur dikarenakan sakit, meninggal dunia, atau berhalangan tetap. Dengan demikian, pencopotan Muhaimin itu sebenarnya inkonstitusional.

Meski demikian, seharusnya Muhaimin dan kubu pendukungnya legawa dengan sedikit mengalah pada kubu pendukung Yenny Wahid, daripada nanti terjadi pembersihan besar-besaran terhadap kubu pendukungnya, kesemuanya itu demi masa depan PKB.Demi strategi politik, lebih baik mundur selangkah untuk maju tiga langkah.

Artinya, lebih baik Muhaimin bersedia mengorbankan diri demi PKB agar tidak pecah dan mengalami konflik internal berkepanjangan seperti pernah terjadi setelah Matori Abdul Djalil dan Alwi Shihab dicopot. Itu semua merugikan PKB sendiri. Ketiga, pada saat PKB mengadakan Muktamar 2010 nanti,kalau ingin menjadi partai modern dengan manajemen kepemimpinan yang profesional, sudah seharusnya sentralisasi kekuasaan yang terpusat pada diri Ketua Dewan Syura dikurangi secara bertahap.

PKB harus lebih terfokus pada figur sistem, bukan figur tokoh. Dengan demikian, rotasi kekuasaan di puncak elite PKB nantinya akan terjadi dengan cara demokratis dan sesuai AD/ART, sehingga tidak menimbulkan gejolak di kalangan grassroots nahdliyin yang harus dibayar dengan harga sangat mahal. Sebaiknya elite PKB segera ishlah, kalau tidak ingin partai mereka ditinggalkan konstituen.(*)

Abdul Kohar Mudzakir
Dosen Undip dan Mahasiswa Program Doktoral IPB

No comments:

A r s i p