Tuesday, April 1, 2008

POLITIKA


"Wong Edan Ora Katoan"
Selasa, 1 April 2008 | 01:37 WIB

Oleh BUDIARTO SHAMBAZY

Seratus persen warga dunia mengecam film ngawur buatan politisi Belanda, Geert Wilders, berjudul Fitna. Ia sendirian menghadapi 6.602.224.174 penduduk dunia—data jumlah penduduk per Juli 2007.

Fitna tak lebih dari hate speech yang memanipulasi freedom speech. Tak usah kaget selalu ada pencari sensasi supaya ngetop ke seluruh dunia.

Sekarang zaman internet yang serba ”semau gué”. Dari internet, Anda bisa belajar cara mencemarkan nama baik orang atau golongan lain tanpa perlu bertanggung jawab.

Lewat internet, Anda bisa ”anomali” yang sinonimnya ”mau lain sendiri” atau ”abnormal”. Saya tertawa sendiri di depan televisi melihat model rambut Wilders yang anomalistis.

Tak sukar mengerjakan Fitna karena tinggal comot sana comot sini. Mungkin sama mudahnya membuat film dokumenter tentang liburan Anda bersama keluarga.

Jika sudah selesai, Anda tinggal mencemplungkan film dokumenter liburan itu ke YouTube, misalnya. Simsalabim, semua warga dunia bisa menikmatinya.

Internet tempat persembunyian yang ideal. Anda bisa belajar membuat bom, mencari jodoh, atau memalsukan kartu kredit lewat dunia maya itu.

Di lain pihak, internet sumber kemajuan sejak dikembangkan di AS tahun 1960-an. Internet menjadi galaksi baru sejak teknologi browser ditemukan awal 1990-an.

Pemerintah Belanda, PBB, Uni Eropa, dan semua negara mengecam Wilders. Hidup Wilders sudah lama tak nyaman karena ke mana-mana dikawal ketat bodyguards.

Ia masih diwarisi penyakit superiority complex peninggalan nenek moyang yang 3,5 abad menjajah Hindia-Belanda. Ia bulé yang menganggap Matahari terbit dari balik punggungnya.

Ia menganggap mentalitas kolonialisme/imperialisme ala kerajaan Eropa, termasuk versi ”Koninkrijk der Nederlanden” (Kerajaan Belanda), masih ampuh. Kata ”kerajaan” bagi dia lebih cocok jadi ”kurang kerjaan”.

By the way, sampai kini banyak kelompok antimonarki di Eropa. Pajak mereka naik tiap tahun untuk menghidupi raja, ratu, putra-putri mahkota, anjing, dan kucing kerajaan.

Ambil contoh sebagian pers Inggris yang tiap hari mengolok-olok keluarga kerajaan, terutama Pangeran Charles. Untung Indonesia lahir sebagai republik karena sebagian pemimpinnya sampai kini masih berlagak kayak raja.

Wilders bilang ia tak membenci Muslim, tetapi tak suka kepada Islam.

Perbuatan nekat Wilders kompensasi rasa kurang aman sebagian kalangan di Eropa. Dulu mereka mengundang kedatangan imigran asing—terutama dari Afrika dan Asia—untuk bekerja.

Mereka butuh pekerja dari mancanegara untuk mengisi berbagai lowongan, terutama di sektor terbawah. Bukan pemandangan asing menyaksikan imigran asing jadi tukang sampah, sopir taksi, penjaga toko, dan sebagainya.

Untuk memperbaiki nasib, para imigran asing itu bekerja dengan rajin. Namun, sekarang mereka justru dianggap merebut pekerjaan rakyat setempat di Eropa yang mulai mengalami berbagai masalah sosial, termasuk pengangguran.

Gejala itu tampak kasatmata ketika saya selama hampir dua bulan di Jerman dua tahun lalu. Imigran dari Turki yang telah turun-temurun dicurigai—sama dengan bangsa Asia-Afrika lainnya di Belanda, Perancis, atau Inggris.

Tragedi 9/11 dan omong kosong tentang benturan peradaban Islam melawan Barat bagaikan api menyirami bensin. Benturan yang sebenarnya terjadi adalah ”Barat melawan Sisa Dunia”.

Lihat bagaimana Barat, yakni AS dan Eropa Barat, sebenarnya iri terhadap kepemimpinan ”orang kuat” seperti mantan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia mengubah Rusia 180 derajat dari mantan negeri adidaya menjadi raksasa baru.

Selama delapan tahun citra AS terpuruk akibat kepemimpinan Presiden George W Bush. Kepemimpinan PM Inggris Tony Blair atau Presiden Perancis Nicolas Sarkozy sering jadi bahan tertawaan.

Lihat juga bagaimana Barat memandang China, sang adidaya baru. Anda bisa membayangkan hebatnya China ketika Beijing menuanrumahi Olimpiade 2008, September mendatang.

Untuk urusan olahraganya, isi berita utama media massa internasional cuma satu: China menyapu medali emas di hampir semua cabang. Audiens global berdecak kagum menikmati semua pemberitaan non-olahraga tentang China.

Lalu ada ”Chindia” alias China dan India. Inilah dua ekonomi yang berkembang paling cepat di dunia, yang menampung sepertiga penduduk dunia, dan yang akan mencatat pertumbuhan ekonomi tinggi sedikitnya dalam 50 tahun mendatang.

Rakyat Chindia dan Jepang pemeluk agama Khonghucu, Hindu, dan Buddha. Jangan kaget kelak agama atau junjungan mereka pun jadi bahan olok-olok kalangan-kalangan tertentu di Barat.

Betapapun, itulah realisme politik internasional. Dalam perumpamaan Inggris, itulah ”dog eats dog reality”.

Pepatah mengatakan, ”Jika tak kuat topan dan badai, jangan membangun rumah di tepi pantai”. Daya saing bangsa ini makin anjlok karena penguasa tertinggi dan pengusaha raksasa makin ngaco.

Nah, kembali ke laptop. Jangan terpancing ulah Wilders, protes boleh dan demo pun silakan.

Kalau saya sih menganggap Wilders, seperti kata julukan orang-orang tua kita, ”londo édan” (baca: londho édhyan).

Waktu kecil anak saya suka bilang, ”Wong édhyan ora kato’an.”

No comments:

A r s i p