Tuesday, October 30, 2007

ANALISIS POLITIK



Ikrar Kaum Muda

SUKARDI RINAKIT

Gedung Arsip Nasional, 28 Oktober 2007, pukul 19.00. Ini bukan tentang Jong Java, Jong Sumatra, Islaminten Bond, Celebes, dan jong-jong lainnya. Ini tentang kaum muda Indonesia yang berhimpun karena resah dengan lemahnya kedaulatan negara, kemiskinan dan pengangguran yang masih menghampar, serta korupsi yang tetap merajalela.

Banyak teman wartawan yang hadir pada Ikrar Saatnya Kaum Muda Memimpin malam itu bertanya, "Apakah gerakan ini untuk mengusung calon presiden dari kalangan muda dan mengabaikan para senior?"

Mendengar itu, saya menggeleng. Harus jujur diakui bahwa untuk ranah politik, langkah paling rasional adalah memadukan antara para senior dan kaum muda. Untuk masa depan yang dekat, misalnya, presiden adalah tokoh dari kalangan senior, tetapi wakil presiden adalah seorang muda dan kabinet didominasi kaum muda.

Perpaduan tersebut penting bukan saja untuk menghindari konflik antara kaum muda dan para senior, tetapi juga untuk mencegah mengerasnya oligarki partai politik. Lebih daripada itu, langkah tersebut juga merupakan mekanisme regenerasi yang alamiah dan damai—wakil presiden atau salah satu menteri akan menjadi suksesor yang mumpuni.

Darma satria

Namun, tokoh senior yang harus didukung bukan sembarang figur. Ia harus berkarakter seorang satria yang dengan sepenuh hati menjalankan bakti sucinya. Artinya, kekuasaan yang diamanatkan kepadanya bukan untuk merengkuh kehormatan dan kekayaan pribadi, tetapi untuk melayani rakyat.

Selain itu, tokoh senior itu harus pula berkarakter mengayomi. Bukan saja mengayomi rakyat, tetapi juga orang yang tak suka kepadanya dan bahkan musuhnya. Ia harus mempunyai visi baru dalam membangun Indonesia. Sebuah visi yang berlandaskan pada demokrasi sosial dan pasar sosial. Pendeknya, cita-citanya harus jauh lebih besar daripada dirinya.

Hanya karakter sosok yang seperti itulah yang akan bisa bersinergi dengan gelombang kaum muda dari Merauke sampai Sabang.

Kaum muda Indonesia sudah saatnya menimbang dan meneliti satu-satu karakter para tokoh senior yang punya peluang untuk dicalonkan menjadi presiden. Mereka adalah Abdurrahman Wahid, Akbar Tandjung, Amien Rais, Jusuf Kalla, Megawati Soekarnoputri, Sultan Hamengku Buwono X, Susilo Bambang Yudhoyono, Sutiyoso, dan Wiranto.

Mencermati karakter asli dan relung hati para tokoh senior tersebut juga merupakan darma satria dari kaum muda Indonesia untuk menghindarkan rakyat dari salah memilih pemimpin.

Tindakan ini perlu diperkuat dengan kesepakatan dengan tokoh senior yang dijagokan untuk memilih pasangan dari kalangan muda, dan menjamin terwujudnya dominasi kaum muda dalam pemerintahan apabila ia menang dalam pemilihan presiden.

Hanya dengan langkah seperti itu, optimisme publik dan mimpi bersama bangsa bisa dibangun. Jika para pendiri republik mengibarkan cita-cita merdeka sebagai mimpi bersama, perpaduan kepemimpinan senior-yunior dan dominasi kaum muda di kabinet bisa menggunakan tujuan nasional sebagai mimpi bersama bangsa.

Oleh sebab itu, tujuan nasional tersebut menjadi inti dari ikrar kaum muda Indonesia. Dengan sepenuh hati mereka ingin melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial.

Ikrar itu akan menghancurkan politik identitas yang cenderung menguat 10 tahun terakhir. Suku, agama, golongan, kelas sosial, dan aliran politik akan melebur dalam kekuatan dahsyat mewujudkan mimpi bersama tersebut.

Mati atau mukti

Melihat gelombang kaum muda yang mulai bergerak kembali saat ini, partai politik dituntut untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian radikal. Ia bukan saja harus berani menjunjung kader muda partai untuk mengambil alih sebagian besar peran strategis di tubuh partai, tetapi juga berani mencalonkan figur berkarakter yang berada di luar partai. Ini kalau partai ingin mukti (menjadi partai besar).

Akan tetapi, kalau ingin mati, silakan regenerasi diperlambat dan oligarki di dalam tubuh partai dipertahankan. Partai yang mengambil langkah tersebut mungkin tinggal menunggu waktu untuk ditinggalkan pengikutnya, termasuk pengikut yang paling setia sekalipun.

Ibarat aliran anak-anak sungai yang akhirnya bertemu dan menjadi lautan, energi kaum muda Indonesia sejatinya sangat tidak terbatas. Adalah ahistoris untuk mengatakan bahwa kaum muda tidak berkemampuan. Mereka melakukan perjuangan dalam bentuk, cara, dan senjata mereka sendiri. Satu kemuliaan heroik.

Para bung yang namanya sudah saya sebutkan terdahulu (Kompas, 9/10/2007) dan para bung yang lain, seperti Agung Tri, Azhar, Bima Arya, Indra J Piliang, Nurul Arifin, Refli Harun, Rieke Dyah Pitaloka, Sri Palupi, Usman Hamid, dan bung-bung lain yang tersebar dari Merauke sampai Sabang, Anda kini menggenggam makna sejarah. Jika Anda salah memilih jalan dan peran, rakyat akan mati. Jika pilihan Anda tepat, rakyat akan mukti!

No comments:

A r s i p