Wednesday, October 31, 2007

"Realignment" Paket UU Politik


Rachmad Bahari

Realignment atau penyelarasan kembali terhadap paket revisi empat Undang-Undang Politik yang tengah dibahas di DPR perlu dilakukan. Alur perangkat hukum yang mengatur keberadaan lembaga perwakilan rakyat dan pemerintah berada dalam posisi tidak sepadan.

Perangkat hukum yang mengatur keberadaan lembaga perwakilan rakyat memiliki alur linear terintegrasi dari pusat ke daerah. Sementara perangkat hukum yang mengatur keberadaan pemerintah dari pusat ke daerah terpencar dan memiliki alur zig zag.

Selain itu, adanya putusan MK No 5/PUU-V/2007 yang membolehkan calon perseorangan sebagai peserta pemilihan umum kepala daerah (pilkada) telah mendorong UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) juga perlu dimasukkan dalam realignment revisi paket UU Politik.

Keberadaan lembaga perwakilan rakyat yang memiliki alur perangkat hukum linier segaris dan terintegrasi ditunjukkan dengan keberadaan UU No 12/2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu) dan UU No 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU Susduk).

Keberadaan pemerintah (eksekutif) pusat dan daerah diatur melalui berbagai UU yang terpencar dalam alur yang zig zag. Untuk memilih presiden dan wakil presiden, kita memiliki UU No 23/2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres). Sementara aturan tentang pilkada hanya merupakan bagian dari UU Pemda.

Sampai saat ini kita belum memiliki UU tentang Lembaga Kepresidenan sebagai imbangan dan padanan UU Susduk untuk lembaga legislatif. Keberadaan UU tentang Lembaga Kepresidenan diharapkan dapat mengisi kekosongan hukum yang berkaitan dengan tugas, kewajiban, hak dan wewenang kepala eksekutif negara. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kementerian Negara yang merupakan inisiatif DPR kini juga mengalami kemacetan. Sementara itu, tugas pokok dan fungsi (tupoksi), wewenang, hak, dan kewajiban gubernur, bupati dan wali kota selaku kepala eksekutif daerah telah diatur secara jelas dalam UU Pemda.

Berkaitan dengan revisi UU Pemda, sebaiknya pemerintah dan DPR tidak hanya bersepakat untuk melakukannya secara terbatas, utamanya yang menyangkut persyaratan calon kepala daerah. Akan tetapi, perlu mempertimbangkan kemungkinan adanya integrasi ketentuan tentang pilkada ke dalam UU Pilpres sehingga menjadi UU Pemilu Kepala Eksekutif dari pusat sampai daerah sebagaimana UU Pemilu Legislatif. Kemungkinan lain adalah membuat UU Pilkada yang terpisah dari UU Pemda.

Langkah awal realigment, misalnya, dapat dilakukan dengan mencabut ketentuan yang mengatur ihwal KPU pada UU Pemilu Legislatif, UU Pilpres, dan UU Pemda karena telah diatur dalam UU No 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Pencabutan tersebut perlu dilakukan supaya tidak terjadi duplikasi ketentuan hukum tentang penyelenggaraan pemilu legislatif, pilpres, dan pilkada.

Selain itu, untuk menjamin terwujudnya mekanisme checks and balances antarlembaga dalam praktik penyelenggaraan negara, perlu dilakukan penyeimbangan dan penyepadanan UU yang mengaturnya. Artinya, UU yang mengatur keberadaan lembaga perwakilan rakyat dan pemerintah harus sepadan dan setara. Padanan UU Pemilu, misalnya, adalah UU Pilpres dan UU Pilkada atau UU Pemilu Kepala Eksekutif yang terintegrasi. Sebagai padanan UU Susduk adalah UU Lembaga Kepresidenan dan UU Pemda, atau UU Pemerintah terintegrasi yang mengatur keberadaan pemerintah pusat dan daerah.

Realignment UU Politik memang bukan perkara mudah, utamanya yang menyangkut UU Lembaga Kepresidenan. Keberadaan UU Lembaga Kepresidenan sampai saat ini masih menjadi pro-kontra. Pihak yang setuju keberadaan UU Lembaga Kepresidenan menyatakan keberadaan kepala eksekutif perlu diatur dengan UU sebagaimana Penjelasan UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara angka VII yang menyatakan kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.

Sebaliknya, kalangan yang tidak setuju terhadap keberadaan UU tersebut beralasan tugas presiden telah diatur dalam konstitusi sehingga tidak perlu lagi diatur melalui UU. Keberadaan UU Lembaga Kepresidenan juga dinilai dapat menghambat tugas dan kinerja eksekutif yang memerlukan keleluasaan dalam pengambilan keputusan serta acapkali harus menggunakan diskresi untuk mengatasi masalah mendesak dan segera diselesaikan.

Terlepas dari itu semua, kita harus ingat bahwa ketidakseimbangan antarcabang pemerintahan telah membawa negara kita menuju situasi yang tidak kondusif bagi persemaian demokrasi. Situasi negara yang legislative heavy pada masa sebelum Dekrit Presiden 1959 dan pasca-Pemilu 1999 telah membawa negara dalam kondisi tidak stabil. Sementara situasi negara yang executive heavy pasca-Dekrit Presiden 1959 dan masa Orde Baru telah menghadirkan rezim represif otoritarian yang sama sekali tidak demokratis walau berslogan Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila.

Kita perlu mengingatkan bahwa realignment UU Politik dan UU Pemda perlu dilakukan untuk menjamin terwujudnya mekanisme checks and balances dalam praktik penyelenggaraan negara. Terjaminnya mekanisme checks and balances dalam praktik penyelenggaraan negara akan mengurangi kecenderungan dominasi antarcabang pemerintahan.

Rachmad Bahari Peneliti pada Institute for Policy and Community Development Studies (IPCOS), Jakarta

No comments:

A r s i p