Tuesday, October 9, 2007

Ilham Aidit, "Saya Menderita 15 Tahun"

Nasib Keluarga PKI Pasca-Peristiwa Gestapu

"15 Tahun Pisah Dengan Ibu
Dua Kali Ditolak Jadi PNS"

Gerakan 30 September 1965 (G-30-S) atau sering juga disebut Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) atau Gestok (Gerakan Satu Oktober) memasuki usia yang ke-42 tahun.

Mulanya, peristiwa itu disebut sebagai “kudeta” militer yang dirancang Partai Komunis Indonesia (PKI) dibawah komando Dipa Nusantara (DN) Aidit, yang waktu itu menjadi ketua komite sentral PKI. Tapi, kini sejarah kelam ini sedang diluruskan para petinggi negeri ini. Bahkan Kejaksaan Agung saat masih dipimpin Abdul Rahman Saleh menyita buku-buku sekolah yang memuat peristiwa ini. Alasannya, karena banyak isi ceritanya yang tidak sesuai.

Terlepas dari kesimpangsiuran sejarah dalam kasus yang telah menewaskan enam jenderal plus satu kapten yang kemudian dikenang sebagai pahlawan revolusi ini, anak-anak dari keluarga PKI mengaku mengalami nasib yang tragis pasca-kejadian tersebut. Untuk mengungkapnya, Rakyat Merdeka mewawancarai putra DN Aidit, Ilham Aidit, yang kini menjadi seorang pengusaha real estate dan artsitek ini. Berikut penuturannya.

Anda memaknai peristiawa Gerakan 30 September ini seperti apa?

Buat negara, peringatan G-30-S merupakan momentum dimana negara harus berani melihat ke belakang dan mengakui peristiwa yang sebenarnya terjadi. Keberanian untuk mengakui kesalahannya merupakan langkah yang terbaik bagi negara ini. Kalau negara pernah salah dimasa yang lalu, pemerintahan sekarang boleh dan harus mengambil kesalahan itu dan meminta maaf kepada korban. Jepang saja meminta maaf kepada Cina untuk masalah perang dunia ke II, kenapa kita tidak?

PKI juga disalahkan…

PKI memang bersalah dalam peristiwa itu, tapi kenapa keluarga dan simpatisannya sampai harus dibunuh.

Sebagai putra orang tertinggi PKI, apa yang Anda alamai pasca-peristiwa itu?

Pasca peristiwa berdarah itu, kami khususnya keluarga DN Aidit, mengalami penyiksaan batin dan trauma yang begitu mendalam. Kami sekeluarga tercerai berai dari orang tua, adik, kakak dan sanak saudara. Kebebasan yang selama ini kita miliki terenggut begitu saja dengan kejadian itu.

Berapa lama Anda tercerai berai?

Sejak 1 Oktober 1965, saya terpisah dari ibu selama enam belas tahun, dengan kakak lebih dari dua puluh tahun. Bahkan, kini kakak saya terpaksa tinggal di luar negeri karena tidak bisa lagi kembali ke Indonesia.

Bagaimana ceritanya Anda bisa tidak ditangkap?

Saya diselamatkan paman-paman, dan beruntung saya masih bisa sekolah dengan baik sampai kuliah jurusan arsitek di Universitas Parahiyangan (Unpar) Bandung.

Setelah lulus kuliah, Anda pernah daftar Pegawai Negeri Sipil (PNS)?

Sebagai warga Indonesia, saya punya cita-cita tinggi menjadi PNS seperti yang lainnya. Saya pernah mencoba melamar PNS sampai dua kali, namun gagal karena ada catatan mantan keluarga PKI.

Berapa lama perlakuan diskriminasi ini Anda alami?

Sebenarnya diskriminasi itu sampai sekarang masih terjadi. Tetapi arah rekonsiliasi yang dimulai pada tahun 1998 telah merubah persepsi keluarga korban PKI. Persoalannya, langkah ini pun masih masih jalan di tempat.

Anda dikenal vokal terhadap pengakuan hak bekas keluarga PKI, apakah sering mendapat ancaman?

Selepas saya kuliah dan berkerja secara mandiri, tahun 1992 saya sering mendapat telepon dengan nada ancaman dan interogasi.

Isi interogasinya…

Saya dilarang tidak terlibat dalam segala kegiatan yang berhubungan dengan partai politik dan organisasi kemasyarakatan apapun.

Siapa yang telepon Anda?

Mereka tidak pernah mengaku dari mana. Tapi saya yakin mereka memang petugas negara. Ancaman berlangsung secara intens terus sampai tahun 1997. Saya yakin, ancaman itu terkait dengan usia saya yang potensial untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dalam pikiran mereka akan menjadi ancaman.

Sikap Anda dengan ancaman itu?

Saya tanggapi dengan biasa-biasa saja, saya juga bisa berhitung dengan keadaan pada waktu itu.

Terakhir, kapan Anda diancam?

Tahun 2003/2004, ketika wacana rekonsiliasi sedang ramai dibicarakan, dan saya selalu berbicara di forum tentang pentingnya rekonsiliasi, saya sering ditelepon orang yang tak dikenal. Yang isinya melarang saya bicara tentang masa lalu.

Memang, rekonsiliasi apa yang Anda inginkan?

Rekonsiliasi boleh dilakukan asalkan melalu pengungkapan fakta-fakta kebenaran, pelurusan sejarah dan permintaan maaf dari pelaku.

Sekarang, sudah dibentuk forum silaturahmi anak bangsa yang didalamnya ada Anda, Amelia Yani (putri Jenderal Ahmad Yani), termasuk anak-anak tokoh gerakan DI/TII…

Forum ini merupakan inspirasi untuk memberikan kontribusi yang lebih baik. Forum ini sudah cukup bagus. Para anak korban tidak lagi mewariskan dendam yang berkelanjutan. Tapi sebagai rekonsiliasi yang menyeluruh, tidak semudah itu karena rekonsiliasi itu hanya dilakukan orang-orang yang terkait langsung. Antara pelakunya dengan mereka yang menjadi korban, jadi bukan dari anak-anaknya.

Bagi Anda, apakah rekonsiliasi itu sudah terwujud?

Rekonsiliasi yang hakiki belum pernah ada dan belum pernah dilaksanakan. Bahkan upaya-upaya yang mengarah kesana dengan pembentukan undang-undang komisi kebenaran dan rekonsiliasi (KKR) dibatalkan kembali, padahal sudah jadi. Upaya kesana saja belum terlaksana, bagaimana rekonsiliasi sejati?

Maksud rekonsiliasi sejati?

Kejadian itu harus diinvestigasi dulu kemudian ada pengakuan perbuatan, permohonan maaf dan pemberian maaf dari setiap orang yang terzolimi.

Optimis terlaksana…
Ini harus terjadi, walaupun entah kapan terjadinya.

Tapi, apa harapan Anda dalam kasus ini?

Banyak catatan di buku-buku sejarah yang selalu menyebutkan keterkaitan PKI dengan peristiwa itu, sementara peristiwanya sendiri masih kontroversial. Apakah PKI menjadi dalang tunggal? Sejauh mana PKI terlibat? Hanya peritiwa itu saja yang selalu diangkat. Sementara dampak dari peristiwa itu tidak pernah ada yang tulis. Misalnya, sekitar tujuh ratus ribu orang terbunuh, dua ratus ribu orang dipenjara dan belasan ribu dibuang ke pulau Buru dan sekitar empat ribu orang tidak bisa balik lagi ke Indonesia.

Manfaatnya apa?

Ini untuk kepentingan sejarah, peristiwa itu memang harus disebutkan, karena peristiwanya yang cukup menggemparkan. Ini tidak pernah terungkapkan dalam buku-buku sejarah yang beredar padahal fakta historisnya jelas. Sekarang kan yang muncul adalah yang namanya PKI perlu dibunuh dan harus dilenyapkan.

Bukan berarti menutupi kesalahan PKI…

PKI memang bersalah tapi jangan dijadikan dalang tunggal dari kesalahan. Harus objektif. Persoalan 30 September ini tidak hanya menyangkut PKI saja tapi juga yang lainnya. Jangan disederhanakan.

Untuk meluruskan sejarah ini, sudah sampai mana perjuangan Anda?

Saya bersama kawan-kawan korban selalu menyuarakan tentang rehabilitasi korban. Beberapa kawan kemudian saya dorong untuk mencatat dan menerbitkan buku peristiwa-peristiwa yang sesungguhnya biar warna sejarah ini menjadi warna-warni. Kita juga mendorong pemerintah melihat kemungkinan adanya rehabilitasi. Perlu diingat, generasi muda punya hak untuk mendapatkan cerita sejarah yang benar tanpa dimanifulasi.

Terkait rehabilitasi ini, langkah pemerintah sudah sampai mana?

Rehabilitasi itu sebenarnya erat kaitannya dengan rekonsiliasi. Tapi, kalau undang-undangnya sendiri gugur dan dibatalkan, maka rehabilitasi ini tidak akan ketemu lagi caranya. Saya tidak melihat upaya yang serius dari pemerintah untuk melaksanakan rekonsiliasi ini bukan hanya untuk G-30-S nya saja, tapi juga peristiwa-peristiwa lainnya.

Yang paling mendesak?

Kita minta kompensasi ganti rugi. Rehabilitasi itu harus diberikan karena kita sudah cukup lama menderita dan tersandera di negara kita sendiri.

Sekarang, anak keluarga PKI masih berani unjuk diri?

Saya bersama anak PKI lainnya tidak perlu takut lagi menerangkan identitas kita. Kita sudah menjadi warga negara biasa yang berhak mendapatkan hak-hak sipil yang sama juga. Walaupun sekarang ada aturan boleh menjadi anggota dewan tapi tetap saja untuk birokrasi dan pegawai negeri sipil masih tidak ada atau larangan yang tertera dalam peraturan dalam negeri, ini harus segera dihilangkan. Karena aturan itu diskriminatif. rm

No comments:

A r s i p