Monday, October 15, 2007

Menebar Deklarasi, Berharap Simpati Publik


SULTANI

Perhatian publik Indonesia belakangan ini lebih banyak tersedot kepada aksi dan manuver beberapa tokoh politik yang hendak mencalonkan diri sebagai presiden pada Pemilu Presiden 2009. Silaturahmi antarpribadi hingga deklarasi terbuka merupakan media yang dipakai oleh para tokoh tersebut dalam rangka meningkatkan popularitas mereka.

Selain geliat tokoh-tokoh politik secara individual, partai politik pun menjalankan aksi penggalangan kekuatan, baik secara internal maupun membentuk koalisi dengan partai-partai lain. Acara "Silaturahmi Nasional Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)" Juni lalu seolah mempertontonkan strategi yang diambil kedua partai terbesar itu untuk memantapkan langkah dan mengonsolidasikan kadernya menuju Pemilu 2009.

Penjajakan politik, baik yang dilakukan oleh tokoh-tokoh perseorangan maupun partai politik, sudah jamak terlihat di negeri ini. Forum-forum silaturahmi yang mempertemukan tokoh calon presiden (capres) dengan tokoh-tokoh masyarakat lainnya merupakan langkah efektif untuk menjual citra sekaligus mendongkrak popularitas. Forum terbuka, seperti deklarasi, pun berani digelar untuk menjual gagasan secara langsung kepada publik terkait dengan minat untuk menjadi capres. Sementara partai politik pun diam-diam bergerilya mendekati tokoh-tokoh potensial yang bisa dipinang entah dicalonkan sebagai presiden atau menjadi calon wakil presiden pada tahun 2009.

Fenomena ini menjelaskan bahwa pemanasan politik menjelang Pemilu Presiden 2009 sudah dimulai dengan munculnya beberapa tokoh yang secara terbuka menyatakan siap untuk bertarung memperebutkan posisi tertinggi di negeri ini. Kehadiran mereka dalam meramaikan bursa calon presiden memberi peluang yang lebih banyak kepada masyarakat untuk menilai dan menimbang kemampuan masing-masing tokoh sebelum menentukan pilihan akhir. Semaraknya bursa capres saat ini juga menandai sebuah semangat baru di mana publik dilibatkan sejak dini dalam proses suksesi nasional.

Dari nama-nama yang masuk bursa capres sekarang mayoritasnya memang didominasi oleh tokoh-tokoh lama, yang pernah atau masih menjadi pejabat negara. Nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Jusuf Kalla, mantan Presiden Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri merupakan nama yang masuk ke dalam hitungan nominasi untuk calon presiden berikutnya. Di luar nama-nama tersebut, muncul nama lain, seperti Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, dan mantan calon Presiden 2004 Wiranto. Terakhir, adalah tokoh-tokoh baru dan muda, seperti Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir dan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin.

Beberapa dari mereka sudah memberikan pernyataan politik untuk maju ke dalam kancah perebutan kursi presiden mendatang. Walau sebenarnya pernyataan politik tersebut masih dipandang masyarakat terlalu cepat, kehadiran mereka untuk bertarung dalam pemilihan presiden mendatang cukup diapresiasi publik. Sebagian responden bisa menerima pencalonan para tokoh tersebut.

Dari jajak pendapat ini terungkap, ternyata posisi ketua umum partai tidak menjamin dukungan dari para pemilihnya. Hanya pemilih PDI-P yang secara tegas menghendaki ketua umum mereka, Megawati Soekarnoputri, maju sebagai kandidat presiden tahun 2009. Megawati dianggap layak oleh 76,4 persen pendukungnya untuk tampil kembali di arena politik nasional yang paling bergengsi itu. Pemilih PKB tidak banyak yang memberikan dukungan mereka kepada KH Abdurrahman Wahid, pendiri sekaligus Ketua Umum Dewan Syuro partai. Hanya sekitar 47 persen pemilih yang menganggap layak mantan Presiden RI ini tampil lagi sebagai kandidat presiden.

Partai Golkar berbeda dengan kedua partai di atas dalam menghadapi bursa capres sekarang. Meski mengantongi suara terbanyak pada Pemilu 2004 (21,57 persen), para pendukung partai ini tidak serta-merta memberikan dukungan penuh kepada ketua umumnya untuk maju ke pentas pencalonan presiden. Saat ini hanya 54,3 persen pemilih Golkar yang memandang Jusuf Kalla layak menjadi kandidat orang nomor satu di negeri ini. Kecilnya dukungan massa partai kepada ketua umumnya juga terjadi pada Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir yang hanya mendapat restu dari 39,5 persen pemilih partai matahari bersinar ini.

Sultan HB X

Selain tokoh berbasis partai, tokoh-tokoh perseorangan pun banyak mendapat apresiasi partai politik. Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X yang sudah didekati PAN dan beberapa partai Islam lainnya ternyata diapresiasi oleh pemilih partai-partai tersebut. Pemilih PAN, 58 persennya menganggap layak pencalonan Sultan HB X. Sementara 52,9 persen pemilih PKB menganggap Sultan HB X layak menjadi calon presiden.

Tokoh yang belum memiliki kendaraan politik agak berat mendongkrak popularitas di antara tokoh-tokoh yang sudah mapan. Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso rupanya punya cara sendiri untuk memberitahukan rencana pencalonan dirinya pada Pemilu Presiden 2009 kepada publik. Melalui deklarasi yang digelar pada 2 Oktober lalu, Sutiyoso menantang partai politik agar bisa menilai dirinya dan prestasi yang telah dibuatnya selama menjadi pejabat, baik di militer maupun di sipil.

Walhasil, cara ini ternyata membantu mendongkrak popularitasnya. Pada jajak pendapat periode September, Sutiyoso hanya dinilai layak untuk maju oleh 28,2 persen responden. Setelah deklarasi pencalonannya, publik menjadi semakin mengenal tokoh ini. Dalam jajak pendapat ini 43,7 persen responden menyatakan Sutiyoso layak maju sebagai capres tahun 2009.

Belum tergoyahkan

Walaupun telah muncul nama-nama penantang yang mendeklarasikan diri untuk bertarung di Pemilu 2009, popularitas Presiden Yudhoyono tetap tidak tergoyahkan. Presiden Yudhoyono masih dipandang layak untuk memimpin bangsa ini oleh 75,7 persen suara. Bahkan, dua dari tiga responden yang berasal dari Partai Demokrat menghendaki Yudhoyono tetap maju sebagai capres pada 2009. Sementara itu, jika pemilu presiden dilaksanakan hari ini, pilihan terhadap Yudhoyono dijatuhkan oleh 48,8 persen responden, masih tiga kali lebih tinggi daripada pilihan terhadap Megawati.

Dominasi tokoh-tokoh lama terhadap preferensi responden masih tetap kuat pada jajak pendapat kali ini. Padahal, responden mengidealkan terjadinya regenerasi kepemimpinan dari tokoh-tokoh lama kepada tokoh-tokoh baru yang lebih muda usianya, seperti terungkap dari 46 persen responden yang terlibat dalam jajak pendapat Litbang Kompas bulan September lalu. Memang, sudah saatnya mekanisme pemilihan presiden saat ini ditinjau kembali agar bisa memberi peluang yang lebih besar kepada para capres perseorangan untuk tampil di medan laga. (Litbang Kompas)

No comments:

A r s i p