Saturday, October 27, 2007

Pemilihan Presiden


Konvensi dan Melempemnya Calon Presiden dari Partai Golkar

Sebagai saudagar, kalkulasi untung-rugi menjadi patokan utama dalam setiap putusan yang diambil. Kalkulasi untung-rugi itu tidak selalu terkait dengan uang. Khusus untuk konvensi pemilihan calon presiden dari Partai Golkar, kalkulasi untung-rugi itu berhubungan dengan semangat dan energi.

Menurut Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla, panjangnya jalur konvensi membuat calon presiden Partai Golkar melempem (seperti kerupuk, lembek atau masuk angin sebelum digigit). Pengalaman Pemilihan Presiden 2004 menjadi dasar kalkulasi peniadaan konvensi.

Konvensi diibaratkan Kalla sebagai ajang latihan. Namun, karena latihan itu begitu panjang tanpa pernah bertanding, yang didapat justru kelelahan dan lemah saat bertanding.

Menurut Kalla, untuk bertarung dalam pemilihan presiden dan memenangi pertarungan, waktu efektif yang dibutuhkan hanya tiga bulan. "Saya dan Pak Susilo Bambang Yudhoyono sepakat untuk maju, April 2004, tiga bulan sebelum pemilu dan menang," ujarnya di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (25/10).

Berpegang pada pengalaman itu, Kalla berpegang teguh pada pendiriannya untuk menyampaikan keputusannya untuk maju atau tidak sebagai calon presiden dalam Pilpres 2009 tiga bulan sebelumnya. "Lihat saja nanti, apa saya pulang kampung atau tidak pada April 2009," ujarnya.

Dari pengalaman empirik memenangi Pilpres 2004, Kalla menilai "kampanye" dini tidak efektif. Karena itu, perlu ditertibkan dengan undang-undang (UU). Fraksi Golkar DPR sudah diperintahkan untuk memperjuangkan UU itu.

Seperti di sekitar kita, kampanye dini saat ini marak terjadi di setiap tingkatan pemilihan. Setiap kota, kabupaten, dan provinsi di mana pun kini dihiasi baliho seragam dengan foto berbagai pejabat dengan jas hitam dan peci. Baliho itu merupakan bagian dari kampanye dini karena sebagian pejabat yang mejeng itu akan maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) atau kepentingan lain.

Pemasangan baliho itu, lanjut Kalla, tak memengaruhi sikap pemilih. Pemilih menganggapnya sama saja antara baliho satu dan baliho lainnya.

Dengan kalkulasi untung-rugi itu, daripada membuang energi, semangat, waktu, dan uang selama dua tahun untuk urusan yang tidak banyak membawa keuntungan lewat kampanye dini, Kalla memilih membuat daftar janji saat kampanye Pilpres 2004 yang dimulai dengan kata "saya akan". Dalam sisa waktu dua tahun pemerintahan, kata "saya akan" akan diubah menjadi kata "saya telah" dengan kerja nyata yang menghasilkan.

Strategi mengubah "kata" itu telah disampaikan Kalla kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam dua tahun ini akan dihitung berapa kebun telah dibuka, berapa usaha telah tumbuh, berapa infrastruktur telah dibangun, berapa penganggur telah bekerja, dan berapa rakyat miskin telah sejahtera.

"Lawan kami akan menggunakan kata ’saya akan’. Kami tak bisa katakan itu lagi sebagai incumbent (sedang menjabat)," ujarnya.

Keberhasilan memenuhi janji lewat kerja yang mewujud nyata akan menjadi "baliho" abadi yang lebih lama terpatri di hati pemilih. (A wisnu nugroho)

No comments:

A r s i p