Tuesday, April 1, 2008

Perilaku Elite Merusak Sistem


RAD / Kompas Images
Anas Urbaningrum
Selasa, 1 April 2008 | 01:42 WIB

Jakarta, Kompas - Kuatnya peran DPR dan Presiden dalam sistem pemerintahan Indonesia memang dibuat agar kedua lembaga negara tersebut dapat saling mengontrol. Namun, perilaku para elite yang duduk di lembaga eksekutif maupun legislatif membuat sistem yang baik itu seolah-olah tak berfungsi.

Peneliti hukum tata negara Indonesia Legal Roundtable, Irman Putrasidin, mengatakan hal itu di Jakarta, Senin (31/3). Konstitusi memberikan kekuatan cukup besar kepada DPR agar DPR mampu mengontrol Presiden yang pada masa Orde Baru sangat kuat.

Namun, tindakan DPR dalam menyikapi berbagai persoalan bangsa sering kali dinilai menghambat kelancaran pemerintahan yang ada. Persepsi itu muncul karena DPR bergeser dari ruh dasarnya. DPR yang seharusnya menjadi pelaksana kedaulatan rakyat berubah fungsi menjadi kekuatan oligarki partai politik. ”DPR yang semula menjadi kekuatan penyeimbang Presiden berubah menjadi kekuatan elite partai politik dan melupakan kepentingan rakyat yang diwakilinya,” kata Irman.

Meskipun Presiden memiliki posisi kuat, kata Irman, kepemimpinan Presiden yang lemah membuat kekuatan sistem presidensial tak berguna. ”Presidennya tidak percaya diri dan DPR-nya dikuasai kepentingan elite. Rakyatlah yang akhirnya dikorbankan,” ujarnya.

Secara terpisah, Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum berpendapat, untuk jangka panjang, sistem pemerintahan presidensial penting ditegaskan dalam aturan konstitusi. Konstitusi hasil perubahan, lanjutnya, lebih cenderung memperkuat hak dan kewenangan parlemen. ”Namun, perbaikan konstitusi juga harus dilakukan dengan perbaikan sistem kepartaian, sistem pemilu, dan sistem kerja parlemen yang diatur dengan UU Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD,” kata Anas.

Sementara itu, anggota DPR Benny K Harman (Fraksi Partai Demokrat) mengatakan, dalam sistem presidensial Indonesia memang terdapat kultur parlementer, seperti penggunaan hak interpelasi dan angket secara berlebihan. Namun, ia menyadari, sejumlah ketentuan dalam konstitusi memang dibuat untuk mencegah sistem presidensial berubah menjadi ”monster” dengan pemerintahan yang menakutkan. Benny tidak sependapat bahwa meluruskan sistem presidensial harus dilakukan lewat perubahan konstitusi.

Anggota DPR Patrialis Akbar (F-PAN) juga menilai sistem pemerintahan presidensial cukup kuat dan kedudukan Presiden sangat kuat.

Sayangnya, kata Ketua Balitbang PAN Sayuti Asyathri, Presiden seperti tidak menyadari kewenangan sistem presidensial. ”Kenyataannya, tidak mudah bagi DPR untuk menggunakan hak dasarnya sebagai anggota DPR, hak legislasi, budgeting, dan pengawasan,” ujarnya.

Misalnya, rekomendasi dan saran DPR hampir tidak pernah diikuti pemerintah. (MZW/SIE/DIK/VIN/MAM)

No comments:

A r s i p