Tuesday, April 1, 2008

Partai Politik Dinilai Paling Bertanggung Jawab


Kompas/Totok Wijayanto / Kompas Images
Ketua Dewan Pembina YLBHI Adnan Buyung Nasution memberi pengantar pada Peringatan 99 Tahun Bung Sjahrir dan 60 Tahun Partai Sosialis di Gedung YLBHI, Jakarta, Minggu (30/3).
Senin, 31 Maret 2008 | 00:27 WIB

Jakarta, Kompas - Partai politik merupakan lembaga yang paling bertanggung jawab atas beragam keterpurukan dan ketidakteraturan dalam sistem bernegara saat ini. Pasalnya, parpol yang memegang hak monopoli untuk berkuasa. Parpol juga yang membuat aturan bagaimana kekuasaan itu dibentuk dan penggunaannya.

Pandangan ini diutarakan pakar ilmu politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, dalam Peringatan 99 Tahun Bung Sjahrir dan 60 Tahun Partai Sosialis Indonesia (PSI), yang digelar Badan Pekerja Pengaktifan Kembali PSI di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta, Minggu (30/3).

”Kalau kita bicara tentang demokrasi yang dilaksanakan saat ini, tentunya parpol-lah yang paling bertanggung jawab atas lahirnya Indonesia yang dikatakan orang sebagai negara gagal,” ujar Arbi Sanit.

Indonesia negara gagal, lanjut Arbi, karena tidak bisa melayani kebutuhan pokok rakyatnya. Negara tak bisa melindungi kekayaan yang dimilikinya dari pencuri yang hilir mudik di depan matanya.

”Tidak bisa melindungi diri dari pencuri kayu di hutan, ikan di laut, dan korupsi yang bertebaran di depan mata,” ujar Arbi.

Keadaan ini, kata Arbi, adalah bukti kondisi parpol yang lebih buruk dari kondisi negara. Parpol tidak bisa melahirkan kekuasaan yang baik dan berpihak kepada rakyat. Ketidakmampuan parpol disebabkan ketidakmampuannya melahirkan kader yang berkualitas, punya integritas dan moral, serta punya visi kebangsaan.

”Penyebab lainnya, karena parpol tak punya kekuatan. Secerdas apa pun pemimpin, jika tak didukung kekuatan partai yang kuat dan bisa berkuasa, tidak akan bisa memenangkan pertempuran gagasan untuk menyejahterakan rakyat,” ujarnya.

Ekonom Prabowo juga mengatakan sulit bagi bangsa ini untuk bangkit dan bersaing. Apalagi, semua indikator ekonomi memperlihatkan kecenderungan lemahnya bangsa ini.

”Kita tak punya daya saing, dan senang memakai sistem cuci piring dan menyerahkan sisanya ke ekonomi pasar,” ujarnya. (mam)

No comments:

A r s i p