Saturday, February 2, 2008

Clinton Desak Indonesia



Rabu, 30 januari 2008 | 02:20 WIB

Washington, Senin - Pada tahun 1998, ketika Indonesia sedang sempoyongan akibat krisis keuangan dan serangkaian aksi demonstrasi mahasiswa, Washington melakukan campur tangan yang begitu luar biasa. Bill Clinton, Presiden AS saat itu, menelepon almarhum mantan Presiden Soeharto belasan kali.

Clinton menekan Soeharto untuk mengadopsi program reformasi ekonomi ketat yang disarankan Dana Moneter Internasional (IMF). Ini adalah bagian dari isi dokumen intelijen AS yang dibuka, tanpa sebuah latar belakang yang jelas, mengapa dokumen itu dibuka.

Intervensi Clinton ini terjadi ketika ekonom AS, mantan ekonom senior Bank Dunia, dan peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2001, Joseph E Stiglitz, mengkritik resep IMF. Menurut Stiglitz, adalah sebuah saran blunder dari IMF, yang memaksa pemerintah merampingkan pengeluaran justru di saat perusahaan-perusahaan swasta sedang sekarat.

Memaksakan reformasi, pengencangan ikat pinggang di saat swasta sekarat, jelas membuat ekonom ambruk. Harusnya, di saat swasta sekarat, pemerintah harus mengimbangi dengan melakukan pengeluaran lebih besar hingga tingkat tertentu.

Demikian kecaman keras Stiglitz kepada IMF, Bank Dunia, Gedung Putih, dan Departemen Keuangan AS sebagaimana juga tertuang dalam bukunya Globalisation and Its Discontent.

Namun, dokumen itu menyebutkan Soeharto akhirnya menyerah pada tekanan AS dan IMF. ”Saya kira ini adalah jenis tekanan indikatif yang harus diambil AS ketika memutuskan bahwa semua itu terkait dengan kepentingan kita (AS). Namun, intervensi itu (soal resep IMF) adalah mewakili lembaga keuangan internasional,” kata Brad Simpson dari Arsip Keamanan Nasional.

Intervensi AS kepada Indonesia, kata Simpson, tidak pernah dilakukan atas desakan aktivis hak asasi manusia dan kelompok prodemokrasi di Indonesia. Akan tetapi, sikap AS kepada Soeharto itu justru dikritik. Ada desakan, seharusnya AS menekan Indonesia untuk menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia.

Allan Nairn, wartawan dari AS, pernah mempertanyakan sikap Clinton itu dan juga sikap Richard Holbrooke, pejabat Deplu AS urusan Asia Timur pada tahun 1975, ketika Indonesia menginvasi Timor Timur.

Transkrip pembicaraan

Dokumen-dokumen AS itu juga berisikan transkrip pembicaraan pada pertemuan Soeharto dengan Presiden Richard Nixon, Gerald Ford, Ronald Reagan, dan juga Menlu AS Henry Kissinger. Dokumen itu juga berisikan persepsi AS tentang awal pemerintahan Soeharto, termasuk soal aneksasi Irian Jaya tahun 1969, invasi Timor timur tahun 1975, dan pembunuhan misterius (petrus) tahun 1983-1984.

AS adalah sekutu yang kukuh bagi Soeharto, termasuk dengan memberi bantuan, senjata, dan dukungan diplomasi. Itu dilakukan karena Soeharto dianggap sebagai figur antikomunis.

Ketika isu korupsi sedang mencuat dan peredaman pada partai politik sedang marak pada dekade 1970-an, AS juga tak acuh. Hal ini juga tidak disinggung dalam pertemuan Soeharto dengan Nixon pada Mei 1970 di AS.

Kissinger juga setuju dengan menuliskan bahwa hubungan AS- RI sangat bagus. Demikian juga Ford, tak memberi respons ketika Soeharto menyatakan bahwa salah satu pilihan bagi Timor Timur adalah memasukkannya menjadi bagian dari Indonesia.

Reagan dan George HW Bush, juga tak menggubris ”kematian” ratusan warga sipil di Timor Timur dekade 1980-an. Inti dari isi dokumen itu, AS tidak pernah mengintervensi soal demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. (AFP/MON)

No comments:

A r s i p