Friday, February 1, 2008

Demokrasi dan Kesejahteraan

Nanat Fatah Natsir
Ketua Presidium ICMI Pusat

Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) ICMI diselenggarakan di Pekanbaru Riau 11 hingga 13 Januari 2008 dan Insya Allah akan dibuka oleh Wakil Presiden M Jusuf Kalla. Tema yang diangkat dalam Silaknas adalah ''Demokrasi dan Kesejahteraan''.

Pada era reformasi Indonesia telah berhasil menyelenggarakan pemilu 1999 dan 2004 dengan jujur dan demokratis serta diikuti dengan pemilihan presiden, wakil Presiden, dan pemilu kepala daerah sehingga kita menjadi negara demokrasi terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan India, bahkan di negara-negara Islam Indonesia menjadi negara demokrasi nomor satu. Jimmy Carter, mantan Presiden AS, memberikan komentar bahwa penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden di Indonesia dapat menjadi contoh penerapan demokrasi di dunia untuk abad ini.

Sementara itu Presiden SBY pada pidato penganugerahan sebagai doktor honoris causa bidang hukum di Universitas Webster di Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat pertengahan September 2005 lalu memberikan pernyataan menarik dalam orasinya. Presiden menyatakan, "orang Islam yang kuat agamanya, sekaligus pada waktu yang sama, bisa menjadi demokrat tulen.'' Sungguh pun begitu, Samuel P Huntington adalah salah satu tokoh yang meragukan ajaran Islam sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena itu, dunia Islam dipandang tidak menjadi bagian dari gemuruhnya proses demokratisasi.

Hubungan demokrasi dan kesejahteraan
Hubungan antara tingkat demokrasi dan tingkat kesejahteraan rakyat sejak lama sudah menjadi perdebatan para cendekiawan. Apakah tingkat keberhasilan penyelenggaraan demokrasi suatu negara ada hubungannya dengan tingkat keberhasilan membangun kesejahteraan rakyat? Tidak bisa diambil kesimpulan faktor tunggal, misalnya demokrasi, karena ternyata banyak variabel lain yang memengaruhinya, bisa pendidikan, sumber kekayaan alam, sosial budaya, dan lainnya.

The Founding Fathers negara kita telah menetapkan bahwa agar Indonesia dalam mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya berdasarkan kedaulatan rakyat seperti dalam UUD 1945 yang dimuat dalam pembukaan pada alinea keempat, dan pasal 1 ayat (2) yang berbunyi, ''Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.''

Rakyat, menurut paham modern sekarang, berdaulat dalam semua hal, termasuk dalam kedaulatan bidang politik dan kedaulatan dalam bidang ekonomi. Kedaulatan rakyat di bidang politik disebut demokrasi politik, kedaulatan rakyat di bidang ekonomi disebut demokrasi ekonomi. Kedaulatan politik tercantum dalam pasal 1 dan 2 UUD 1945 dan kedaulatan ekonomi tercantum dalam pasal 33 UUD 1945.

Sungguh pun begitu, korelasi tingkat demokrasi suatu negara dengan tingkat kesejahteraan ekonomi rakyat terdapat 7 kategori. Pertama, ada 19 negara yang termasuk kategori negara dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi (income per kapita [Y/kapita] 22.000 s.d 62.000 dolar AS dan Human Development Index [HDI] 0,86 s.d 0,96 dengan tingkat demokrasi yang tinggi (Freedom Index/FI, 1,5 s.d 1) misalnya Luxemburg, AS dan Norwegia.

Kategori kedua, ada satu negara dengan tingkat kesejahteraan tinggi (Y/capita, 23.000 dolar dan HDI 0,9) dan tingkat demokrasi menengah (partly free, FI = 4,7, yakni Singapura. Kategori ketiga, ada 16 negara dengan tingkat kesejahteraan menengah (Y/kapita, 9.600 s.d 22.000 dolar dan HDI 0,86 s.d 0,93) dan tingkat demokrasi yang tinggi (FI antara 1,5 s.d 1) misalnya Selandia Baru. Kategori keempat, ada 2 negara dengan tingkat kesejahteraan menengah (Y/cap, 9.000 s.d 9.300 dolar dan HDI 0,79 s.d 0,81) dan tingkat demokrasi menengah (FI, 4,5 s.d. 2,5) yakni Meksiko dan malaysia. Kategori kelima, ada sembilan negara dengan tingkat kesejahteraan rendah dan tingkat demokrasi yang tinggi (FI, s.d 1,5) yakni Latvia, Rumania, Bulgaria, El Savador, Filipina, Bolivia, India, Ghana, Gambia. Kategori keenam, ada 17 negara dengan tingkat kesejahteraan rendah (Y/capita, 1.200 s.d 7.500 dolar dan HDI 0,45 s.d 0,76) dan tingkat demokrasi menengah (FI, 4 s.d 2,8) yakni Ekuador, Brasil, Senegal, Malawi, Venezuela, Indonesia, Ukraina dan Tanzania. Kategori ketujuh, ada enam negara dengan tingkat kesejahteraan rendah (Y/cap, 1.850 s.d 6.300 dolar dan HDI 0,6 s.d 0,72) dan tingkat demokrasi rendah (FI, s.d 5,5)misalnya Tunisia dan Mesir.

Jadi berdasarkan data-data tersebut Indonesia termasuk dalam kategori negara tingkat kesejahteraan rendah, namun tingkat demokrasinya termasuk kategori menengah. Hal ini lebih baik dari Mesir dan Vietnam yakni tingkat kesejahteraannya rendah dan tingkat demokrasinya rendah. Namun dibandingkan dengan Indonesia, Malaysia lebih baik, baik tingkat demokrasinya maupun kesejahteraannya, lebih-lebih dengan Singapura dengan tingkat kesejahteraan tinggi dan demokrasinya tinggi.

Kualitas demokrasi di Indonesia, tidak terlepas dari peran elite politik. Kekurangpahaman elite politik akan etika berdemokrasi sekaligus menunjukkan kekurangdewasaan sikap politik mereka. Money politics yang dilakukan para elite politik dewasa ini dalam meraih jabatan kepala daerah, gubernur, bupati dipertontonkan dengan mencolok tanpa merasa bersalah sehingga moral dan etika elite politik tidak tahu lagi membedakan antara yang halal dan haram dan antara yang benar dan salah.

Membaiknya indikator makro ternyata tidak otomatis menyelesaikan persoalan ekonomi yang terkait dengan persoalan kemanusiaan yang mendasar yakni masalah kemiskinan dan pengangguran. Angka kemiskinan yang ditargetkan menurun justru pada tahun terakhir ini menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan yaitu naik dari 16 persen (2004) menjadi 17,75 persen (2006) dengan jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini menurut versi BPS mencapai 39 juta dengan standar pendapatan 1 USD/hari atau menurut versi Bank Dunia lebih dari 100 juta orang (49 persen penduduk) dengan standar pendapatan 2 USD/hari, jumlah pengangguran di atas 10 juta orang.

Penegakan hukum dalam bidang ekonomi semakin tidak ada kepastian, konglomerat hitam yang menjadi sumber keterpurukan bangsa bukannya diadili malah justru sebaliknya di-SP3-kan..

Pembangunan bangsa Indonesia saat ini, cenderung kurang memperhatikan character building seperti yang pernah dianjurkan Bung Karno. Oleh karena itu, moral dan etika elite politik dalam memimpin bangsa ini cenderung melemah. Karena itu sikap pragmatisme, hipokrit, tindakan kekerasan, terorisme, dekadensi moral merupakan ciri-ciri bangsa kita saat ini. Dengan demikian kondisi tersebut semakin memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap moral dan etika elite politik.

Kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia masih rendah, bahkan dari tahun ke tahun cenderung semakin menurun, misalnya berdasarkan laporan World Economic Forum tingkat daya saing manusia Indonesia pada tahun 2006 berada di urutan ke-50, padahal Malaysia berada pada urutan ke-26, Singapura ke-5, India ke-43 dan Korea Selatan ke-24.

Silaknas ICMI yang diselenggarakan di Riau ini diharapkan mampu merumuskan solusi untuk program aksi dalam upaya meningkatkan kualitas pelaksanaan dan kesejahteraan rakyat sehingga semakin baik demokrasi seyogianya diikuti pula dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat seperti halnya yang terjadi di negara-negara maju yang menggunakan sistem demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Wallahu alam.

Iktisar
-Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim termasuk salah satu negara demokrasi terbesar.
-Kendati tingkat kesejahteraan termasuk rendah, tingkat demokrasi Indonesia masuk kategori menengah.
-Tak hanya berkorelasi dengan kesejahteraan, kekurangan demokrasi Indonesia terkait dengan perilaku para elite politik.
-Indonesia kurang memperhatikan pembangunan karakter.

No comments:

A r s i p