Thursday, February 21, 2008

Krisis Minyak


Harga Naik, Pemerintah Siap Mengamankan APBN
Kamis, 21 Februari 2008 | 02:42 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah siap dengan segala kemungkinan untuk mengamankan APBN 2008, termasuk jika tekanan akibat harga minyak mentah di pasar dunia terus meningkat. Ini dimungkinkan sebab seluruh program, yaitu sembilan langkah pengamanan APBN 2008, terus dilanjutkan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan (Depkeu) Anggito Abimanyu mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, Rabu (20/2).

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, perkembangan harga minyak dunia yang telah mencapai 100 dollar AS per barrel belum membawa pengaruh terhadap harga minyak Indonesia (Indonesia crude price).

”Kami akan memantau dulu perkembangan harga minyak dunia. Apabila kenaikan harga berlanjut, harga minyak Indonesia akan ikut naik, dan sebaliknya,” kata Purnomo.

Dia mengatakan, pemerintah tetap berpatokan pada asumsi harga dan lifting minyak yang telah direncanakan dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2008. Dalam rancangan APBN-P, asumsi harga minyak diubah dari 60 dollar AS per barrel menjadi 83 dollar AS per barrel.

Sementara itu, target produksi siap jual (lifting) minyak diubah dari 1,034 juta barrel menjadi 910.000 barrel per hari. ”Harga yang tertuang dalam APBN itu adalah asumsi dasar yang dipakai dalam kurun satu tahun. Kita lihat saja, bagaimana perjalanan harga pada tahun ini,” katanya.

Menurut Anggito, menurunkan lifting dari target awal 1,034 juta barrel per hari ke 910.000 barrel per hari karena angka itu yang paling realistis saat ini. Optimisme muncul karena pada Desember 2007, realisasi lifting minyak mencapai 1 juta barrel per hari. Itu masuk dalam perhitungan lifting 2008 karena penetapan target 2008 ditetapkan dari realisasi Desember 2007-November 2008.

”Dengan demikian, jika lifting membaik, targetnya bisa saja berubah,” ujar Anggito.

Dalam RAPBN 2008 disebutkan, akibat kenaikan harga minyak mentah dan turunnya lifting, target penerimaan, belanja, dan defisit berubah. Penerimaan negara naik dari Rp 781,35 triliun menjadi Rp 838,8 triliun. Anggaran belanja negara melonjak dari Rp 854,7 triliun menjadi Rp 925,1 triliun. Akibatnya, defisit pun membengkak dari Rp 73,3 triliun menjadi Rp 88,2 triliun.

Untuk menutup target penerimaan tersebut, pemerintah mengandalkan penerimaan pajak. ”Namun, seluruh cara tetap dilakukan, termasuk penghematan anggaran kementerian dan lembaga Rp 43 triliun dan penghematan BBM dengan smart card tetap jadi patokan,” ujar Anggito.

Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, Rabu siang, menyebutkan, ada beberapa kondisi yang menyebabkan penerimaan pajak meningkat, yaitu batalnya penerapan tarif Pajak Penghasilan (PPh) baru menyebabkan penerimaan pajak bertambah Rp 9 triliun. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) listrik golongan tertentu menyumbang Rp 1,5 triliun.

Selain itu, ada beberapa kebijakan yang akan dilakukan. Pertama, optimalisasi PPh dengan mengejar pengusaha di industri yang tengah berkembang, yakni minyak kelapa sawit, batu bara, dan pengusaha pulp dan kertas.

Upaya tersebut akan menghasilkan Rp 6,5 triliun. Intensifikasi PPN akan menyumbangkan Rp 7 triliun.

Tutup defisit

Dirjen Pengelolaan Utang Depkeu Rahmat Waluyanto menegaskan, pihaknya akan melakukan semua strategi yang dimiliki untuk menutup defisit dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN). Upaya itu belum pernah dilakukan.

Depkeu akan mendekati Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk mengalihkan dana mereka yang disimpan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ke SUN. Jumlah dana BPD di SBI saat ini mencapai Rp 50 triliun.

”Mungkin kami akan memberi insentif agar BPD tertarik, termasuk menawarkan obligasi yang sudah ada di pasar modal sehingga mudah diperjualbelikan lagi,” ujar Rahmat.

Kedua, menukarkan SUN yang jatuh tempo 2008 ke SUN yang jatuh tempo lebih panjang sehingga mengurangi beban finansial pemerintah. Ketiga, mempercepat pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pinjaman Dalam Negeri sehingga pemerintah bisa meminjam ke perbankan nasional atau pemerintah daerah yang mengalami surplus anggaran.

Target penerbitan neto obligasi negara dalam APBN 2008 ditetapkan Rp 91,58 triliun. Namun, akibat tekanan anggaran belanja yang melonjak, terutama karena kenaikan subsidi BBM, target penerbitan obligasi naik menjadi Rp 104,6 triliun.

Situasi bursa

Melonjaknya harga minyak hingga melebihi 100 dollar AS per barrel di pasar komoditas New York AS, Selasa (19/2), membuat saham-saham di bursa Asia melemah.

Harga minyak yang mencapai lebih dari 100 dollar AS per barrel baru pertama kalinya terjadi. Keadaan tersebut mengkhawatirkan masa depan perekonomian global, antara lain, tekanan inflasi akan meningkat. Bursa saham Eropa juga dibuka melemah kemarin.

Adapun indeks di Bursa Efek Indonesia (BEI) ditutup melemah 0,8 persen, atau 22,62 poin, menjadi 2.689,26. Para investor di BEI khawatir adanya tekanan inflasi di dalam negeri karena kenaikan harga minyak.

Walaupun pemerintah memberikan subsidi sekitar 60 persen dari seluruh konsumsi bahan bakar di Indonesia, kenaikan harga minyak ini dapat saja membuat volume bahan bakar bersubsidi dikurangi. Total transaksi saham di BEI tercatat sebesar Rp 4,25 triliun.

Analis Mandiri Sekuritas, Rafdi Prima, mengatakan, bencana alam seperti banjir yang terjadi di beberapa tempat juga dapat menyebabkan inflasi sehingga tingkat inflasi diperkirakan masih akan tinggi pada bulan mendatang. (OIN/AFP/joe/LKT)

No comments:

A r s i p