Wednesday, February 13, 2008

Menyoroti Situasi Ternate


Situasi Ternate digambarkan tetap tenang setelah ditemukan dua bom rakitan, termasuk yang meledak di kediaman Ketua Pengadilan Tinggi Maluku Utara.

Sungguh melegakan karena tidak terjadi eskalasi ketegangan atas temuan dua benda berbahaya itu. Aktivitas masyarakat tetap berjalan normal. Semua kalangan memang diharapkan dapat menahan diri, tidak terpancing bermain di air keruh, untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.

Tentu saja banyak orang dibuat terperangah atas ledakan bom rakitan hari Senin 11 Februari di garasi mobil Ketua Pengadilan Tinggi Malut. Tidak ada korban jiwa, kecuali kaca mobil dan jendela rumah pecah.

Tidak kalah terkejutnya ketika ditemukan lagi satu bom di depan Kantor Gubernur Malut saat berlangsung demonstrasi yang terkait dengan sengketa Pilkada Malut. Pihak kepolisian belum berani memastikan apakah kedua bom terkait dengan sengketa Pilkada Malut.

Otak dan pelaku pemasangan bom belum diketahui pasti. Maka, untuk kepentingan masa depan, perlu dibuat jelas otak dan pelaku pemasangan bom di Ternate itu. Jika diletakkan dalam tali-temali situasi, bisa saja ada yang berusaha mengait-ngaitkan temuan dua bom dengan sengketa pilkada.

Namun, tidak boleh menutup pula kemungkinan ada pihak yang menggunakan kontroversi pilkada untuk bermain di air keruh, menciptakan instabilitas yang merugikan masyarakat Malut secara keseluruhan dan berdampak negatif secara nasional.

Tantangan yang dihadapi aparat keamanan tentu saja bagaimana mengungkapkan segera otak dan pelaku pemasangan bom agar tidak memancing spekulasi berlarut-larut dan kontraproduktif. Tidak kalah pentingnya bagaimana mendorong masyarakat untuk tetap menahan diri, berpikir jernih, dan bertindak arif untuk mencegah jebakan situasi yang rumit dan berbahaya.

Harapan ini sengaja dikemukakan karena kekerasan, kerusuhan, dan konflik sering kali mudah pecah, tetapi sulit memadamkannya karena cepat sekali merebak luas dan tak terkendali. Apalagi belakangan ini kerusuhan dan kekerasan terkesan mudah meletup oleh berbagai ragam pencetus, termasuk oleh sengketa pelaksanaan dalam sejumlah pilkada.

Jarang sekali pilkada berlangsung mulus dan damai. Kenyataan ini memperlihatkan kehidupan demokrasi masih rapuh dan terancam kekerasan, yang di India disebut democrazy (demokrasi edan-edanan) atau di Amerika Latin disebut democradura (demokrasi keras).

Rupanya mentalitas demokrasi belum terbentuk. Kebanyakan politisi dan pendukungnya hanya bisa merayakan kemenangan, tetapi tidak siap menghadapi kekalahan. Padahal, demokrat tulen semestinya memiliki rasa hormat yang sama terhadap hasil pemilu, apakah sebagai pemenang atau pecundang.

Jika tidak tahu bagaimana bersikap saat kalah, segera dibayangkan kehidupan demokratisasi akan terancam, sulit berkembang, dan menjadi matang.

No comments:

A r s i p