Friday, February 1, 2008

Demokrasi dan Pembangunan


Apa hubungan antara demokrasi dan pembangunan? Pertanyaan ini mungkin sedikit klasik dalam konteks Indonesia pasca-Soeharto; dan karena itu boleh jadi dianggap sebagian orang sebagai berkonotasi masa silam. Ini tidak lain karena istilah 'pembangunan' (development) hampir identik dengan pemerintahan Orde Baru. Dan, pembangunan dalam konteks Orde Baru adalah pertumbuhan ekonomi (economic growth) dengan 'trickle-down effect'-nya melalui stabilitas politik yang bertumpu pada pendekatan keamanan, untuk tidak menyebutnya represi sosial-politik.

Agaknya karena itulah sejak Masa Reformasi dan demokrasi berlaku di negeri ini, istilah 'pembangunan' nyaris tidak lagi terdengar. Jika ada, itu hanya menjadi agenda dan program di lingkungan pemerintah; cenderung tidak dalam publik luas. Sementara itu, di kalangan funding agencies dan lembaga-lembaga keuangan asing lainnya yang bergerak di Indonesia, dalam dua atau tiga tahun terakhir terjadi pergeseran program; daripada program yang bertumpu pada penguatan demokrasi kepada pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, seperti pengurangan kemiskinan, pengembangan kesehatan, pelatihan untuk lapangan kerja, dan seterusnya.

Pergeseran orientasi ini juga saya temukan pada lembaga yang sesungguhnya secara khusus bergerak pada penguatan demokrasi. Ketika awal Desember lalu, saya sebagai anggota Board of Director, International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) menghadiri sidang tahunan lembaga ini di Stockholm, Swedia, tema programnya untuk 2008 adalah Democracy and Development.

Kenapa tejadi pergeseran tersebut? Alasannya mungkin agak sederhana saja. Demokrasi tidak bisa bertumbuh dan menguat, jika masih banyak rakyat yang miskin dan menganggur; jika kebutuhan-kebutuhan dasar mereka untuk hidup tidak terpenuhi. Kemiskinan dan pengangguran membuat masyarakat rentan terhadap berbagai bentuk manipulasi politik. Sebaliknya, demokrasi hampir bisa dipastikan lebih kuat, jika kesejahteraan rakyat meningkat.

Pembangunan. Sudah hampir 10 tahun demokrasi berlangsung di negeri ini, dan pembangunan apa saja yang berhasil dilaksanakan dalam kurun tersebut? Yang paling kelihatan agaknya adalah pembangunan politik, khususnya pada tingkat kelembagaan; meski belum lagi menyentuh pembangunan budaya politik. Budaya politik kita masih belum sepenuhnya sesuai dengan kerangka demokrasi.

Pada bidang-bidang lain belum terlihat pembangunan yang terlalu signifikan. Pemerintah masih berkutat dengan pekerjaan 'cuci piring'. Infrastruktur seperti jalan tol, misalnya, nyaris tidak terbangun; yang sudah adapun hampir terabaikan. Indonesia tertinggal bertahun-tahun dibandingkan banyak negara tetangga yang lebih belakangan mengembangkan infrastruktur mereka. Di tengah euforia demokrasi yang belum juga menemukan equilibriumnya, memang kini tidak mudah lagi bagi pemerintah pusat dan daerah membangun infrastruktur; demo kelompok masyarakat antipembebasan tanah, atau harga lahan yang sudah menjadi berlipat-lipat lebih mahal, membuat akselerasi program pembangunan tidak bisa diwujudkan.

Bagaimana dengan pembangunan ekonomi? Memang ada kemajuan dengan pertumbuhan ekonomi 2007 lebih dari enam persen. Tetapi, jelas pembangunan ekonomi lebih daripada sekadar statistik pertumbuhan. Ia sepatutnya juga terlihat dalam peningkatan riil kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan ekonomi penting pada tingkat makro; tapi pada saat yang sama kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran yang langsung dialami rakyatnya semestinya juga berkurang.

Maka, seharusnya demokrasi menjadi lebih bermakna bagi pembangunan; bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, pertama-tama, mabuk demokrasi harus segera berhenti; dan sudah saatnya memanfaatkan demokrasi itu untuk menggalang momentum pembangunan. Demokrasi telah melahirkan pemerintahan pilihan rakyat. Dan pemerintahan itu seyogianya berupaya sekeras-kerasnya untuk memenuhi hak-hak dasar warga dalam berbagai bidang kehidupan secara lebih baik.

Pada pihak lain, masyarakat sepatutnya pula mendukung dan memberikan kesempatan bagi pemerintah melakukan pembangunan; dan menghindari diri dari tindakan dan aksi yang kontraproduktif bagi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Demokrasi harus tidak kehilangan maknanya. Demokrasi telah diperjuangkan dengan susah payah di negeri ini. Kini waktunya mengisi demokrasi yang penuh dengan berbagai peluang itu melalui berbagai kegiatan pembangunan. Untuk itu sudah saatnya parlemen dan parpol pada berbagai tingkatannya tidak lagi hanya sibuk dengan pertarungan politik dan kekuasaan.

Sebaliknya, bersama pemerintah baik di tingkat nasional maupun daerah merumuskan agenda-agenda pembangunan; dan pada saat yang sama lebih serius mendukung implementasi program-program pembangunan tersebut. Dan, pemerintah sudah waktunya pula melaksanakan program-program pembangunan secara lebih koheren dan komprehensif, agar dapat secara aktual berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat.

(Azyumardi Azra )

No comments:

A r s i p