Wednesday, February 20, 2008

DPR Tidak Boleh Diam


Banyak Laporan Keuangan Departemen "Disclaimer"
Rabu, 20 Februari 2008 | 02:05 WIB

Jakarta, Kompas - Sebanyak 34 departemen atau lembaga negara mendapatkan anggaran triliun rupiah di tahun 2008. Namun, berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK, hampir seluruhnya ternyata memiliki laporan keuangan yang morat-marit.

Mencermati hasil pemeriksaan sementara Semester I Tahun Anggaran 2007 terhadap 76 departemen, lembaga negara, dan badan yang diperiksa BPK, sebanyak 31 yang dinyatakan disclaimer atau BPK menolak memberikan pendapat.

Lembaga yang laporan keuangannya dinyatakan wajar dengan pengecualian atau WDP (qualified opinion) ada 38 instansi. Sementara yang dinilai wajar tanpa pengecualian atau WTP (unqualified opinion) hanya 7 lembaga.

Dari 31 lembaga yang disclaimer itu, 20 di antaranya bahkan termasuk penerima anggaran terbesar di tahun 2008.

Anggota BPK Baharuddin Aritonang membenarkan adanya kenyataan pahit itu. ”Inilah gambaran di republik ini. Sudah 62 tahun merdeka, laporan keuangannya masih banyak yang morat- marit. Ini baru penilaian terhadap laporan keuangan, belum termasuk penilaian kinerja,” tegasnya.

Menurut Aritonang, publik juga belum banyak menyadari dan mengkritisi soal pengelolaan keuangan yang masih kacau-balau di lembaga pemerintah karena masih banyak yang tertutup. Hasil pemeriksaan BPK sesungguhnya bisa diakses oleh publik secara terbuka di website BPK. Tetapi, belum banyak masyarakat yang memerhatikan.

Bentuk komite pengawas

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Arif Nur Alam meminta DPR agar tidak tinggal diam. ”DPR memiliki fungsi budgeting dan pengawasan. DPR harus meminta BPK melakukan audit khusus sehingga bisa diketahui apakah ada penyimpangan atau kesalahan administrasi belaka,” paparnya.

Menurut Arif, laporan keuangan yang dinyatakan disclaimer juga memiliki potensi penyimpangan sangat besar. Fakta ini juga menunjukkan sistem pengelolaan keuangan di negara ini masih sangat buruk.

Anggota Panitia Anggaran DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristianto, mengusulkan agar DPR membentuk sebuah komite pengawas akuntabilitas dana publik atau public account committee.

Di banyak negara, komite ini terdiri dari anggota Dewan yang kredibel dan senior. Komisi ini juga yang menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK bila ditemukan indikasi penyimpangan. ”Oposisi malah diberi kehormatan memimpin agar bisa mengontrol pemerintah,” papar Hasto.

Parlemen juga perlu didukung budget office yang terdiri dari para profesional di bidang anggaran sehingga dapat membuat model ekonomi sesuai dengan kebijakan politik DPR untuk mengimbangi Rencana APBN yang diajukan pemerintah.

”Muara dari semua pertarungan politik itu sesungguhnya terletak di anggaran. Saat ini DPR masih lemah,” tegasnya. (sut)

No comments:

A r s i p