Thursday, February 14, 2008

UU Pemilu Makin Ditunggu


Kamis, 14 Februari 2008 | 01:59 WIB

Jakarta, Kompas - DPR bersama pemerintah berkejaran dengan waktu untuk merampungkan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pasalnya, jika pembahasan tidak juga tuntas akhir Februari ini, persiapan penyelenggaraan Pemilu 2009 bakal terganggu.

Anggota Komisi Pemilihan Umum I Gusti Putu Artha di Jakarta, Rabu (13/2) siang, mengakui, merujuk pengalaman Pemilu 2004, KPU sebagai penyelenggara pemilu akan kesulitan jika UU Pemilu tidak juga diundangkan pada Maret nanti.

Mundurnya satu agenda berpengaruh pada agenda lain karena setiap tahapan berkaitan. Persiapan bakal lebih terganggu jika terjadi perubahan ”radikal” dibandingkan dengan ketentuan Pemilu 2004. ”Tidak ada ancaman. Kami percaya DPR dan pemerintah bisa memahami kesulitan yang harus dihadapi KPU,” kata Putu.

Jika UU terlambat dari target, lanjutnya, waktu sosialisasi menjadi lebih sedikit. Selain itu, KPU harus segera menerbitkan aturan pelaksanaan. Sejauh ini, KPU mengidentifikasi sedikitnya 48 peraturan yang harus disiapkan.

Ketua Bidang Politik Partai Demokrat Anas Urbaningrum secara terpisah mengatakan, soal teknis pemilu sebaiknya dirumuskan dengan sederhana sehingga tidak membebani KPU.

Percepat lewat voting

Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto mengatakan, UU Pemilu selalu menjadi kontroversi karena menyentuh langsung kepentingan partai politik. Namun, tidak mungkin semua kepentingan parpol bisa diakomodasi secara bersamaan dalam UU itu. ”Tidak ada sistem pemilu yang akan menguntungkan semua parpol. Karena itu, sulit jika RUU Pemilu harus diselesaikan dengan musyawarah mufakat,” lanjutnya.

Sistem voting memang hanya akan menguntungkan parpol- parpol besar. Namun, hal itu harus dilakukan agar KPU sebagai penyelenggara pemilu dapat menyiapkan pelaksanaan pemilu dengan baik.

Pipit R Kartawidjaja dari Watch Indonesia di Berlin lewat surat elektroniknya menyinggung risiko gugatan atas ketentuan UU Pemilu. Dengan UU yang dibentuk lewat tarikan kompromi, juga perimbangan kekuatan di parlemen, implikasi ketentuan teknisnya terkadang menjadi tidak sejalan dengan misi pemilu.

Misalnya saja, keinginan menjaga proporsionalitas dan kadar keterwakilan lebih tinggi tidak akan terpenuhi dengan cara perhitungan suara ala Pemilu 2004. Pembagian daerah pemilihan pada Pemilu 2004 menghadirkan ketimpangan derajat keterwakilan. (DIK/MZW)

No comments:

A r s i p