Monday, February 11, 2008

Setelah tak Jadi Presiden

Oleh : Asro Kamal Rokan


Hari itu, Senin 03 Januari 2005, Presiden George Walker Bush, Bill Clinton, dan George Herbert Walker Bush berkunjung ke Kedutaan Besar RI di Washington DC. Tiga tokoh penting Amerika Serikat itu sama-sama menundukkan kepala. Mereka menyampaikan belasungkawa atas bencana tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam.

George W Bush dari Partai Republik berkuasa di Gedung Putih menggantikan Bill Clinton dari Demokrat pada 2001. Sedangkan Bill Clinton menjadi presiden pada 1993 menggantikan George HW Bush --ayah Presiden Bush yang berkuasa saat ini. Pertemuan Bush-Clinton-Bush biasa saja. Hubungan pribadi mereka tetap berjalan wajar, meski pada pemilihan umum mereka saling mengecam. Inilah apabila pergantian kekuasaan bukan persoalan personal. Tidak ada dendam, apalagi memojokkan. Semua berjalan wajar dan indah.

Ini juga terjadi ketika Al Gore kalah tipis atas Bush dalam pemilihan presiden delapan tahun lalu. Al Gore dapat menerima kekalahannya setelah Mahkamah Agung memutuskan kemenangan Bush. Malam setelah pengumuman, Al Gore menelepon Bush mengucapkan selamat. Meski kecewa atas keputusan Mahkamah Agung, Al Gore yang berpidato di Eisenhower Executive Office, Washington DC, tidak jauh dari Gedung Putih, meminta pendukungnya mendukung Bush demi Amerika Serikat.

Di luar gedung Eisenhower, pendukung Al Gore memberikan penghormatan dan memintanya untuk maju lagi pada pemilihan presiden 2004. Namun Al Gore, setelah kekalahan itu, lebih suka menyibukkan dirinya sebagai aktivis lingkungan. Atas kegigihannya dalam menanggulangi perubahan iklim yang sangat membahayakan umat manusia, Al Gore dianugerahi Nobel Perdamaian 2007. Gore membuat dirinya lebih berarti untuk ikut menyelamatkan dunia, daripada menyesali diri dan menggerutu karena kalah dalam pemilihan presiden.

Di Indonesia, setelah tidak lagi menjadi presiden, Pak BJ Habibie memilih mendirikan The Habibie Center (THC), organisasi independen, nonpemerintah, dan nonprofit. THC, antara lain, mengusung agenda demokratisasi, hak asasi manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, media dan informasi. Setiap tahun, THC memberikan beasiswa dan penghargaan kepada putra bangsa yang berprestasi.

Melalui THC, Pak Habibie membuat dirinya lebih berarti bagi bangsa ini daripada berpikir untuk mengejar kembali kekuasaan, apalagi mencerca dan membanding-bandingkan situasi ketika ia berkuasa dengan pemerintah saat ini. Pak Habibie dalam suatu pembicaraan, justru memberi nasihat berguna untuk bangsa ini: apabila telah terpilih seorang presiden, maka semua pihak harus mendukungnya dengan memberikan masukan, jangan saling jegal.

Ketika Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dilantik menjadi presiden dan wapres RI pada 20 Oktober 2004, banyak orang berharap Megawati Soekarnoputri yang kalah dalam pemilihan presiden, hadir dalam acara tersebut dan memberikan ucapan selamat. Namun, Megawati --yang kini berupaya untuk kembali ke Istana-- tidak bersedia hadir. Kehadiran Megawati saat itu diharapkan menjadi awal yang baik bagi bangsa ini, ketika para pemimpin saling menghormati.

Al Gore dan Pak Habibie telah memberi contoh bahwa kekuasaan bukanlah persoalan personal. Mereka ikhlas pada keputusan rakyat dan menghormati presiden terpilih. Dan, ketika tidak lagi berkuasa, mereka aktif menyumbangkan tenaga dan pemikirannya untuk masyarakat. Inilah yang membuat mereka dihormati, dikenang, dan lebih berarti.

No comments:

A r s i p