Wednesday, May 23, 2007

Bekas "Rumah" BK yang Makin Ditinggalkan

L Andreas Sarwono

"Fat, ini adalah gambar Mas pada waktu sehari di Muntok. Kurus atau gemuk?" Di samping tulisan itu terpasang sebuah foto lawas seorang pria berpeci memakai setelan jas dan duduk di kursi dengan kaki disilangkan.

Pesan yang sangat pribadi itu adalah sebuah surat Ir Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, kepada istrinya, Fatmawati, yang dikirimkan saat ia berada di pengasingan tahun 1948. Salinan surat dari buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno yang ditulis Fatmawati adalah satu dari sekian banyak momentum sejarah yang terekam di sebuah lemari kaca di ruang kerja Bung Karno di Giri Sasana Menumbing, Muntok, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung (Babel).

Selain Bung Karno, sejumlah tokoh nasional juga pernah diasingkan di bangunan yang terletak di pucuk Gunung Menumbing ini. Sebut, misalnya, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Sekretaris Negara Pringgodigdo, Menteri Luar Negeri Agus Salim, Menteri Pengajaran Ali Sastroamidjojo, dan Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara S Suryadarma.

Pekerja rodi

Kompleks Giri Sasana Menumbing ini dulunya dibangun oleh para pekerja rodi masa penjajahan Belanda. Bangunan ini sempat digunakan oleh Banka Tin Winning, cikal bakal PT Timah, sebuah perusahaan timah negara.

Di atas lahan seluas dua hektar itu terdapat tiga bangunan, yakni bangunan utama dan dua paviliun. Tahun 1996, Pemerintah Kabupaten Bangka, saat itu masih tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan, menyewakan bangunan bersejarah tersebut kepada PT Carmeta selama 15 tahun untuk dikelola sebagai hotel dan restoran.

Giri Sasana Menumbing pun berubah nama menjadi Hotel Jati Menumbing. Pimpinan hotel, Julika, mengatakan, awal- awal pengelolaan, wisatawan lokal ataupun mancanegara banyak berkunjung. Namun, pascakrisis ekonomi dan maraknya aksi pengeboman hotel, jumlah tamu menurun drastis.

"Sejak tahun 2000 praktis tak ada tamu yang menginap. Pemasukan kami dari para pengunjung yang ingin melihat peninggalan sejarah pada masa pengasingan Bung Karno," kata Julika.

Akses jalan yang sulit menjadi kendala utama bagi wisatawan untuk menggapai Giri Sasana Menumbing. Dari Pelabuhan Muntok tidak ada angkutan umum ke lokasi. Pengunjung yang tidak menggunakan kendaraan pribadi harus menyewa kendaraan yang biayanya relatif mahal, Rp 250.000 sekali antar. Sedangkan menggunakan ojek dari desa terdekat Rp 50.000.

Karena tidak ada pemasukan, perawatan gedung menjadi terbengkalai. Hanya ruangan kerja, ruang pribadi Bung Karno, serta mobil Ford Deluxe tahun 1948 yang masih tersisa.

"Plafon di ruang pertemuan dan di atas kamar tidur Bung Karno sudah mulai jebol kena rembesan air hujan. Kondisinya, ya, begini ini, semakin tidak terawat karena kami tidak ada dana," tutur Julika.

Selama 11 tahun, Julika terus berusaha menjaga kelestarian benda-benda bersejarah itu. Kadang ia bermalam sendiri dengan hanya bercahayakan lilin selama berhari-hari. Ia tidak berani meninggalkan Giri Sasana Menumbing tanpa ada satu orang pun yang menjaganya.

Pemerintah Kabupaten Bangka Barat dalam waktu dekat akan mengambil alih pengelolaan Giri Sasana Menumbing. Gedung tersebut untuk sementara dikelola oleh dinas perhubungan, budaya, dan pariwisata. Namun, apakah akan menjadi semakin terawat? Julika pun menyangsikannya.

No comments:

A r s i p