Saturday, May 26, 2007

Konsentrasi Jangan Buyar


Bukan saja alam yang menciptakan suasana hiruk-pikuk. Misalnya dengan gempa dan gelombang di berbagai tempat minggu lalu. Suasana politik tidak ketinggalan.

Sesungguhnya hal dan isu yang muncul itu biasa. Artinya ada alasan dan logikanya. Namun, karena munculnya memberi kesan dan membangkitkan reaksi berantai, suasana "tsunami" politiklah yang ikut kita rasakan.

Ketika isu dana dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri muncul dan serentak bereksplosi sebagai isu karena pengakuan Amien Rais, perhatian publik sedang terpusat pada peringatan Mei kelabu 1998. Tema dan isu sentral pelanggaran hak-hak asasi yang belum semuanya terungkap dan turunnya Presiden Soeharto. Juga dengan berbagai implikasinya.

Salah satu perkembangan dari peringatan Mei kelabu dan berhentinya Presiden Soeharto adalah bangkitnya lagi desakan mengungkap dan minta pertanggungjawaban dari tragedi tersebut. Dari peringatan berakhirnya kekuasaan Orde Baru, muncul langkah hukum untuk mengusut kekayaan Pak Harto dan Tommy Soeharto.

Persoalan dan isu-isu itu secara faktual ada, tetapi isu-isu di atas mengandung bahan eskalasi yang bisa ke mana-mana dan sebutlah sensitif. Bahkan, urusan dana pemilihan presiden tahun 2004 yang berasal dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pun sensitif. Hal itu di antaranya tampak dari respons Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengingatkan janganlah memfitnah.

Untuk tujuan ulasan ini, perlu kita angkat pula kondisi dan suasana di mana masyarakat kita kini berada. Kondisi kemiskinan, kondisi pengangguran, kondisi silih bergantinya kebutuhan pokok berharga tinggi. Kepekaan masyarakat sama, tetapi kini terbuka sehingga tampak dan terasa lebih sensitif. Atau akumulasi beragam perkembangan dan keadaan sosial politik serta sosial ekonomi yang berkesan semrawut serta serba kekurangan itu memang membuat kondisi kita lebih sensitif?

Masalahnya kompleks. Sebab kita bisa menjawab, hal-hal serius dan besar yang dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian itulah justru sumber kepekaan kondisi masyarakat dewasa ini. Benarlah argumen itu, hanya masalahnya memang tidak sederhana dan hitam putih begitu saja. Telanjur menjadi semakin ruwet.

Soal pelanggaran HAM masa lalu, sayang momentum yang bisa dimanfaatkan, seperti solusi Nelson Mandela di Afrika Selatan, kita biarkan lewat begitu saja. Kita pun tidak konsisten. Kasus Soeharto adakalanya "ditutup", adakalanya "dibuka" lagi. Ditambah dengan munculnya persoalan baru, seperti dana Departemen Kelautan dan Perikanan, kesan karut-marut itulah yang muncul.

Tantangan kita, pemerintah dan masyarakat, bagaimana sambil menghadapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan itu konsentrasi pada perbaikan perikehidupan rakyat banyak tidak terganggu.

Tidaklah sederhana dan mudah menghadapi tibanya lagi akumulasi beragam persoalan itu. Tantangan itu tanggung jawab pemerintah, tetapi kita, publik, tak bisa lepas tangan. Kewibawaan dan konsentrasi pemerintah jangan sampai buyar.

No comments:

A r s i p