Tuesday, May 22, 2007

Persidangan UN
Pemerintah Kalah, Dinilai Lalai Penuhi Hak Asasi

Jakarta, Kompas - Gugatan warga negara terhadap pemerintah atau citizen law suit terkait kebijakan Ujian Nasional atau UN Tahun 2006 oleh 58 orang yang mewakili berbagai komponen masyarakat, dimenangkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang putusan akhir di Jakarta, Senin (21/5). Pemerintah dinilai lalai dalam memenuhi dan melindungi hak asasi warga negara yang menjadi korban kebijakan UN yang ditetapkan pemerintah.

Ketika Hakim Ketua Adriani Nurdin selesai membaca keputusan, puluhan siswa SMA, siswa dan orangtua korban UN, serta masyarakat peduli pendidikan menyambut gembira dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Usai sidang ditutup, secara spontan sejumlah orangtua dan guru bersujud syukur di ruang sidang.

Dalam keputusannya, Majelis Hakim mengabulkan gugatan subsider para penggugat yang memohon hakim untuk memutuskan kasus ini seadil-adilnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Yusuf Kalla, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, dan (mantan) Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Bambang Suhendro selaku tergugat I-IV dalam kasus ini dinyatakan telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) terhadap warga negara, khususnya hak atas pendidikan dan hak anak.

Mengenai pelaksanaan UN selanjutnya, majelis hakim memerintahkan para tergugat untuk meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melaksanakan kebijakan UN. Sistem pendidikan juga perlu ditinjau.

Adapun untuk siswa yang telah menjadi korban UN, kepada para tergugat diminta untuk segera mengambil langkah-langkah konkret guna mengatasi gangguan psikologis dan mental para perserta didik usia anak akibat penyelenggaraan UN. Dalam kasus ini, para tergugat diharuskan membayar biaya perkara sebesar Rp 374.000.

Wolter Siringo-ringo, salah satu kuasa hukum tergugat (pemerintah), akan melaporkan keputusan hakim tentang UN ini kepada pimpinan mereka. "Jika ditanya, puas apa tidak, ini kan proses hukum. Saya harus melaporkan ini ke pimpinan dulu."

Suasana haru menyambut kemenangan masyarakat yang berupaya agar UN tak dijadikan penentu kelulusan. Orangtua dan anaknya yang menjadi korban UN saling berpelukan dan bertangisan karena penderitaan mereka akibat kebijakan UN akhirnya "didengar". (ELN/WIN)

No comments:

A r s i p