Monday, May 28, 2007

Jangan Sampai Rakyat Kecewa...

Oleh Khairina

Lebih dari 60 juta pemilih akhirnya memilih pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) pada Pemilihan Presiden 2004. Slogan kampanye pasangan ini, "Bersama Kita Bisa", rupanya menarik hati banyak orang. Apalagi, duet SBY-JK berjanji melakukan perubahan dalam berbagai bidang, termasuk pemberantasan kemiskinan.

Presiden Yudhoyono dan jajaran pemerintahannya memang menyusun target yang cukup ambisius dalam pengentasan kemiskinan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) menargetkan pengurangan angka kemiskinan dari 18,2 persen pada 2002 menjadi 8,2 persen pada 2009. Sedangkan angka pengangguran terbuka diharapkan turun dari 8,1 persen pada 2002 menjadi enam persen pada 2009.

Pada tahun pertama pemerintahan SBY-JK, angka kemiskinan memang menurun, dari semula 16,66 persen atau 36,1 juta jiwa pada 2004 menjadi 15,97 persen atau 35,1 juta jiwa pada 2005. Namun, angka tahun 2005 yang dipakai di situ adalah angka Februari 2005, yang berarti hasil kerja pemerintahan sebelumnya.

Pada 2006, angka kemiskinan justru meningkat tajam menjadi 17,75 persen atau 39,75 juta jiwa. Lalu, masih realistiskah target penurunan angka kemiskinan menjadi 8,2 persen pada 2009?

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengaku target itu cukup realistis. Paskah optimistis target penurunan angka kemiskinan itu dapat dipenuhi. Alasannya, Presiden telah menginstruksikan akselerasi pertumbuhan ekonomi pada 2008.

Selain itu, Paskah juga melihat celah lain tahun ini. Belanja pemerintah meningkat dari Rp 192 triliun menjadi Rp 240 triliun. "Masa uang sebesar Rp 240 triliun tidak memberi efek apa-apa kepada masyarakat," ujar Paskah.

Berbagai program untuk mengurangi beban orang miskin memang telah digelar pemerintah dua setengah tahun terakhir. Untuk mengurangi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), misalnya, pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat.

Selain itu, ada juga berbagai program kompensasi kenaikan harga BBM. Hal itu di antaranya bantuan operasional sekolah (BOS) yang diluncurkan pada tahun 2005.

Akan tetapi, program pemerintah itu ternyata belum mampu menjangkau masyarakat sangat miskin dan terpinggirkan.

Program BOS, yang diluncurkan untuk meringankan beban masyarakat miskin dalam pendidikan, misalnya, ternyata malah tidak mengena kepada sebagian rakyat miskin. Sebagian siswa yang sangat miskin justru tidak pernah mengenyam bangku sekolah karena tidak mampu.

Hasil survei pada 2005 menunjukkan anak miskin usia 7-12 tahun yang tidak berada di sekolah sebanyak 526.191 siswa, tidak pernah sekolah sebanyak 341.040 siswa, dan drop out dari sekolah 185.151 siswa. Anak-anak itu tentu saja tidak pernah menikmati dana BOS karena mereka tidak pernah bersekolah!

Program Kompensasi Pengurangan Subsidi (PKPS) BBM bidang kesehatan juga belum mencapai sasaran. Jumlah kunjungan pasien miskin ke rumah sakit masih rendah dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin. Sebagian besar dari mereka masih mengeluh tidak punya biaya untuk berobat.

Staf Ahli Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bidang Sumber Daya Manusia dan Kemiskinan Bambang Widianto mengatakan, tahun ini pemerintah memulai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Program PKH mirip dengan program BLT. Bedanya, PKH adalah program bersyarat. Masyarakat miskin yang menerima bantuan harus menyekolahkan anaknya dan harus rutin memeriksakan kesehatannya.

"Mereka akan diawasi secara berkala oleh suatu unit khusus yang berada di bawah pemerintah daerah. Bantuan bisa dicabut jika mereka tidak melaksanakan syarat-syarat itu," katanya.

Pemerintah juga memiliki PNPM, yang memiliki pendekatan pembangunan berbasis masyarakat (community driven development). Dengan program ini, penduduk miskin tidak hanya diperlakukan sebagai obyek, melainkan subyek sekaligus mitra.

Pemerintah boleh membuat program semuluk-muluk dan seideal apa pun. Namun, yang penting, jangan mengecewakan masyarakat. Enam puluh juta orang yang kecewa jelas akan menjadi "bencana".

No comments:

A r s i p