Monday, May 28, 2007

kerja sama pertahanan
Memilih antara Menjadi Pragmatis atau Nasionalis

Wisnu dewabrata

Silang pendapat yang muncul seputar perjanjian kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura, yang akhir April lalu ditandatangani pemerintahan kedua negara bersamaan dengan perjanjian ekstradisi, merupakan perdebatan dua pihak yang saling berseberangan.

Satu pihak memakai bingkai kacamata yang cenderung "nasionalis". Sebaliknya, pihak lain lebih menggunakan kacamata yang lebih "pragmatis" dalam memandang persoalan tadi.

Dari sejumlah argumen yang muncul belakangan, kubu pertama mengaku khawatir perjanjian itu akan berdampak buruk terhadap wilayah kedaulatan RI. Ibaratnya, perjanjian itu seolah mempersilakan tetangga masuk, tidak hanya di pekarangan, melainkan juga sampai ruang keluarga atau kamar tidur.

Bagaimana tidak, dalam perjanjian itu, Angkatan Bersenjata Singapura diberi akses masuk ke sejumlah wilayah Indonesia yang juga telah ditetapkan untuk berlatih tempur.

Mereka pun masuk bukan sekadar untuk "memanaskan mesin" berbagai jenis kapal atau pesawat perang canggih milik mereka, melainkan juga untuk menembakkan amunisi tajam. Bahkan, roket dan peluru-peluru kendali.

Beberapa lokasi latihan yang telah ditetapkan itu, antara lain, kawasan latihan udara dan laut Alpha Satu, Alpha Dua, Bravo, kawasan latihan militer darat di Baturaja, Sumatera Selatan (220 kilometer selatan Palembang), dan penetapan Pulau Kayu Ara sebagai kawasan latihan Bantuan Tembakan Laut.

Area Alpha Satu berada di kawasan kepulauan dan perairan Provinsi Riau (mulai dari sebagian Bengkalis sampai Tanjung Batu), sementara Area Alpha Dua berada di perairan Selat Karimata, di antara Pulau Batam dan Kepulauan Anambas (arah timur laut Batam).

Area Bravo ditetapkan berada di wilayah perairan Laut Natuna dan Laut China Selatan, sebagian besar di wilayah perairan antara Kepulauan Anambas dan Pulau Natuna Besar.

Dengan begitu, praktis Angkatan Bersenjata Singapura memang diperbolehkan untuk seliwar-seliwer (hilir mudik) di sebagian besar kawasan perairan barat Indonesia, mulai dari wilayah dan perairan Kepulauan Riau sampai Kepulauan Anambas dan perairan Laut Natuna.

Dalam perbincangan dengan Kompas, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Djoko Suyanto terkesan menunjukkan sikap yang pragmatis. Memang tidak ada yang salah untuk berpikir pragmatis. Apalagi jika hal itu menguntungkan.

Menurut Djoko, tidak bisa dimungkiri institusinya mendapat keuntungan konkret dari isi perjanjian tersebut. Dalam perjanjian itu dicantumkan Singapura akan membangun, memulihkan, dan mengoperasikan sejumlah fasilitas, baik yang sudah ada maupun yang baru dengan kelengkapan dan fasilitas yang lebih canggih.

Tidak hanya itu, personel TNI juga diberikan akses dan pelatihan dengan menggunakan sejumlah fasilitas dan sistem persenjataan milik Angkatan Bersenjata Singapura yang saat ini dipahami tercanggih, setidaknya di Asia Tenggara.

"Bagi TNI, meningkatkan profesionalitas salah satunya didapat dari latihan. Untuk bisa berlatih kan perlu dukungan sarana, prasarana, dan peralatan yang bagus dan modern. Akan tetapi, pemerintah masih belum mampu menyediakan semua itu. Mereka kan juga mau diajak latihan bersama. Kenapa tidak? Justru kita yang seharusnya bisa memanfaatkan mereka, baik TNI Angkatan Laut, Angkatan Udara, maupun Angkatan Darat," ujar Djoko.

Tawaran upaya membangun, memulihkan, dan mengoperasikan sejumlah fasilitas latihan militer yang ditawarkan Singapura memang menggiurkan.

Simak saja pada pasal ketiga dari naskah perjanjian kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura yang diperoleh Kompas. Dalam pasal itu disebutkan, sedikitnya tiga fasilitas latihan perang yang akan dibangun dengan fasilitas canggih oleh Singapura.

Ketiganya adalah fasilitas Air Combat Manouvering Range (ACMR), Siabu Air Weapons Range (AWR), dan fasilitas Overland Flying Training Area Range (OFTA). Dua fasilitas yang disebut pertama berada di Area Alpha Dua, tepatnya di Siabu, 45 kilometer barat daya Pekanbaru.

Beberapa waktu lalu Djoko juga menyebutkan, Singapura akan membangun pula fasilitas latihan tembak untuk kapal perang Naval Gunfire Scoring System (NGSS) di sekitar Pulau Kayu Ara.

Jika sekadar berpikir pragmatis, keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh dari perjanjian ini terbilang lumayan. Toh, sama-sama untung, atau menggunakan istilah Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono beberapa waktu lalu, "Mereka punya uang, kita punya ruang. Tinggal bagaimana cincay-cincay-nya saja."

Akan tetapi, diharapkan juga kerja sama ini tidak lantas membuat Indonesia beserta kedaulatannya terancam, menjadi semakin "telanjang". Apalagi dalam perjanjian ini Singapura juga punya kewenangan mengajak pihak ketiga untuk ikut berlatih di tempat dan fasilitas-fasilitas yang sudah ditetapkan tadi.

Seperti juga prinsip dalam berdagang, negosiasi, kerja sama, dan diplomasi memang semata urusan untung-rugi. Ada keuntungan, tapi juga ada kerugiannya.

Sekarang tinggal bagaimana memanfaatkan semaksimal mungkin keuntungan sambil terus berupaya meminimalisasi kerugian yang mungkin terjadi. Jangan sampai di kemudian hari ternyata kita dirugikan dan Singapura diuntungkan....

No comments:

A r s i p