Monday, May 21, 2007

Kinerja Pemerintahan dalam Titik Stagnasi

SULTANI

Kompas

Setengah perjalanan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tampaknya pemerintah berupaya keras mengerem laju penurunan ketidakpuasan masyarakat. Hasilnya memang tidak membuat ketidakpuasan berubah menjadi kepuasan, namun sedikitnya menahan drastisnya penurunan kepuasan.

Adanya upaya pemerintah untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat, walaupun sebatas titik standar untuk bertahan dari kemerosotan, tampak dari persepsi masyarakat yang dijaring lewat jajak pendapat Kompas. Hasil jajak pendapat tiga bulanan kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan terjadinya stagnasi kepuasan responden terhadap kinerja pemerintahan dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Kondisi bertahan ini terutama terlihat dari penilaian responden terhadap bidang ekonomi, hukum, dan kesejahteraan sosial.

Dalam bidang ekonomi, pemerintah berupaya untuk memelihara situasi ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak melahirkan gejolak ekonomi di masyarakat. Tidak adanya kebijakan ekonomi yang kontroversial, seperti kenaikan harga BBM pada pertengahan 2005, membuat persepsi masyarakat tidak mengalami kenaikan ataupun penurunan yang signifikan.

Fenomena inilah yang diungkapkan oleh responden jajak pendapat pada 30 bulan pemerintahan Yudhoyono. Sebanyak 33,9 persen responden mengungkapkan kepuasan mereka berkaitan dengan upaya perbaikan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Angka tersebut tidak terpaut jauh dengan kepuasan yang diungkapkan responden dalam jajak pendapat 3 bulan sebelumnya (30,5 persen), meskipun cenderung naik.

Penilaian tersebut mencerminkan pandangan masyarakat tentang mandeknya dinamika perekonomian. Terlebih, sektor riil sebagai penopang utama laju ekonomi tidak berfungsi secara optimal. Investasi swasta—baik nasional maupun asing—sebagai salah satu penggerak laju pertumbuhan ekonomi, juga masih ragu untuk menanamkan modalnya lantaran situasi politik dan keamanan dalam negeri yang kurang kondusif. Tersendatnya sektor-sektor perekonomian terlihat dari kecilnya angka pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2006 hanya mencapai 5,5 persen. Padahal, pemerintah menargetkan hingga 5,8 persen. Kondisi ini nyaris sama dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 (5,4 persen). Tidak tercapainya angka yang ditargetkan tersebut mencerminkan kurang seriusnya pemerintah menggerakkan potensi-potensi ekonomi, baik berupa kebijakan maupun infrastruktur untuk memajukan perekonomian bangsa.

Kurangnya upaya pemerintah dalam merangsang kegiatan-kegiatan ekonomi yang bisa menyerap tenaga kerja, bagaimanapun memberikan pengaruh pada bertambahnya jumlah penganggur. Saat ini jumlah penganggur terbuka mencapai 11 juta orang. Angka ini belum ditambah dengan penganggur setengah terbuka yang mencapai 40 juta orang atau 37 persen dari total angkatan kerja yang 107 juta orang. Mayoritas (82,6 persen) responden merasa tidak puas terhadap upaya pemerintah menciptakan lapangan kerja bagi warga negara. Penilaian yang sama juga diungkapkan oleh responden pada jajak pendapat periode sebelumnya.

Langkah pemerintah mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM melalui subsidi-subsidi, baik berupa uang tunai yang diberikan secara langsung, pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, bantuan operasional sekolah, serta bantuan-bantuan lainnya sedikit bisa menolong kaum papa ini. Setidaknya, 53 persen responden menilai upaya pemerintah dalam bidang kesehatan cukup memuaskan. Meskipun demikian, jumlah yang merasakan puas cenderung stagnan pada angka itu. Hal ini bisa mengindikasikan bahwa upaya maksimal pemerintah memang sulit untuk bisa lebih dari itu, terlihat dari penilaian publik yang cenderung tetap sejak setahun terakhir.

Dalam bidang politik, isu perombakan kabinet, pembentukan partai-partai baru, serta suhu politik yang mulai memanas menjelang Pemilu 2009, turut berpengaruh pada pandangan publik terhadap kinerja presiden di bidang politik dan keamanan (polkam). Demikian juga imbas situasi hubungan internasional yang memanas, membuat kinerja pemerintah di bidang ini cenderung dinilai kian tidak memuaskan.

Sorotan cukup tajam diberikan oleh publik terhadap langkah diplomasi yang belakangan dijalankan pemerintah. Kecenderungan merosotnya penilaian terhadap kinerja yang terkait dengan hubungan luar negeri ini bisa jadi merupakan cermin dari kekhawatiran publik terhadap langkah pemerintah dalam menyikapi resolusi Dewan Keamanan PBB No 1747 tentang pelarangan pengembangan nuklir bagi Iran. Keputusan Indonesia yang mendukung resolusi PBB tersebut sempat menuai kritik tajam, baik dari kalangan dalam negeri maupun negara-negara lain. Sekitar 51,7 persen responden mengaku tidak puas dengan langkah diplomasi yang dijalankan pemerintah, lebih tinggi daripada suara 46,4 persen responden tiga bulan lalu.

Meskipun demikian, tidak semua subbidang polkam mengalami penurunan apresiasi. Kenaikan apresiasi cukup menonjol, terutama disampaikan oleh responden terhadap penanganan pemerintah dalam menjaga kesatuan dengan mengatasi ancaman perpecahan bangsa. Masalah disintegrasi yang menjadi ancaman utama bagi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia tampaknya mulai berhasil dikendalikan. Menurunnya konflik kewilayahan di Aceh pascapemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung menjadi indikator penyelesaian perpecahan secara damai. Kesediaan pemerintah menerima kemenangan tokoh GAM Irwandi Yusuf dalam pemilihan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, akhir 2006, menandakan perdamaian yang lebih terlembaga di Bumi Serambi Mekkah. Terhadap prestasi dalam mengatasi perpecahan bangsa ini, 40,1 persen responden mengapresiasi positif langkah pemerintah, naik sedikit dibandingkan tiga bulan sebelumnya dan naik cukup signifikan dibandingkan setahun yang lalu.

Dalam bidang hukum, kinerja pemerintah dipandang stagnan. Ada peningkatan, tapi tidak cukup signifikan. Kendati Presiden sendiri mendukung tindakan-tindakan hukum kepada pejabat negara, kenyataannya belum semuanya tersentuh hukum. Masih menggantungnya kasus-kasus korupsi besar mencerminkan ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan hukum. Terlebih, dalam beberapa bulan ini mencuat kasus transfer uang Tommy Soeharto yang diduga melibatkan dua menteri kabinet.

Meskipun belum cukup memuaskan, ada apresiasi dalam bidang hukum yang cukup menonjol kenaikannya, yaitu penanganan pemerintah terhadap kasus-kasus kriminal. Dalam menangani kasus kriminal, 40,3 persen responden mengaku puas dengan apa yang dilakukan pemerintah selama 3 bulan terakhir ini, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tiga bulan lalu yang disampaikan oleh 37,3 persen responden. Penanganan terhadap kekerasan yang terjadi di Kampus IPDN Maret lalu bisa menjadi indikator. Pemerintah tampaknya menunjukkan keseriusannya untuk mengakhiri praktik-praktik kekerasan dengan menindak para pelaku dan mengevaluasi sistem pendidikannya. Maka, wajar jika citra yang ditunjukkan dalam penanganan kasus IPDN dapat mendongkrak persepsi kinerja pemerintah dalam menangani persoalan kriminalitas. Demikian pula upaya pemerintah untuk kembali membongkar kasus kematian tokoh HAM Munir, bisa jadi turut mendongkrak kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah di bidang hukum. (Litbang Kompas)

* Pengumpulan pendapat melalui telepon ini diselenggarakan Litbang Kompas, 14-17 April 2007. Sebanyak 1.622 responden berusia minimal 17 tahun dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis dari buku telepon terbaru. Responden berdomisili di 32 ibu kota provinsi di seluruh Indonesia. Jumlah responden di setiap kota ditentukan secara proporsional. Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, nirpencuplikan penelitian ± 2,4 persen. Meskipun demikian, kesalahan di luar pencuplikan dimungkinkan terjadi. Hasil jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh masyarakat di negeri ini.

No comments:

A r s i p