Sunday, March 9, 2008

The Art of War dan TNI


Sun Tzu,seorang ahli militer dari China, terkenal dengan karya besarnya berjudul The Art of War (seni dalam berperang).

Cuplikan karyanya yang menarik di antaranya menyebutkan, barang siapa yang memiliki pengetahuan mendalam tentang dirinya sendiri dan musuh, dia ditakdirkan untuk memenangi pertempuran.Barang siapa memahami dirinya sendiri tetapi tidak memahami musuhnya, dia hanya memiliki peluang sama besar untuk menang. Barang siapa tidak memahami dirinya sendiri dan musuhnya, dia ditakdirkan untuk kalah dalam pertempuran.

Ditegaskannya, "Kenalilah musuh Anda, kenalilah dirimu, dan kemenangan Anda tidak akan terancam."

Panglima yang akan memenangi peperangan adalah panglima yang tekun menyusun dan menyiapkan siasat perang dengan cermat. Unsur ilmu perang pertama adalah pengukuran ruang berdasarkan sifat lapangan. Berdasarkan pengukuran ruang,dibuat perkiraan biaya sebagai langkah kedua.

Langkah ketiga, dibuat perhitungan kekuatan. Berdasarkan perhitungan kekuatan, langkah keempat mempertimbangkan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan. Atas dasar pertimbangan kemungkinan, langkah kelima dimulai berupa sebuah perencanaan kemenangan. Panglima perang adalah pengawal negara. Jika pengawal negara kuat, negara kuat. Jika panglima lemah, negara akan lemah.Seorang raja bisa menghancurkan negaranya sendiri karena tiga hal. Pertama, raja tidak mengetahui bahwa angkatan perangnya tidak boleh maju perang, bahkan memerintahkan berperang.

Siasatnya dinamakan raja membelenggu tentaranya, tentara diperbudak oleh rajanya. Kedua, raja tidak tahu-menahu soal kemiliteran, tetapi ikut campur dalam menangani hal-hal militer. Hal ini membuat panglima dan prajurit menjadi kebingungan. Ketiga, raja tidak tahu-menahu soal memilih panglima perang, tetapi ia ikut campur dalam menentukan dan mengangkat panglima perang sehingga tentara menjadi curiga.Jika tentara kebingungan dan penuh kecurigaan, akan datang gangguan dari negara tetangga. Hal ini dinamakan raja menghancurkan angkatan perangnya sendiri.

Hal terpenting yang dapat diambil dari dalil-dalil di atas untuk memenangi peperangan, kita harus menguasai pengetahuan tentang diri kita dan musuh/calon musuh.Artinya, menguasai perbandingan kekuatan dan kemampuan, termasuk kerawanan antara kita dan musuh. Militer harus paham tentang order of battle (orbat) atau susunan kekuatan/susunan tempur musuh.

Secara umum datadata yang dikumpulkan oleh intelijen militer tentang musuh/calon musuh terdiri atas komposisi (komando,organisasi markas besar, dan satuan tempur), disposisi,kekuatan,latihan,taktik, logistik, data kemampuan perang elektronik, sejarah satuan, seragam, dan tanda satuan. Dari data orbat dibuat perkiraan biaya, perhitungan kekuatan,pertimbangan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan, serta dimulai perencanaan kemenangan.

Bagaimana dengan TNI? Dari nilai perbandingan orbat dengan beberapa negara tetangga,TNI menang dalam jumlah/kekuatan pasukan tempur darat,tetapi kalah dalam kualitas dan modernisasi persenjataan. Dalam perbandingan kekuatan laut dan udara, rata-rata TNI ketinggalan dalam masalah modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista), baik dengan Singapura, Malaysia, Thailand maupun Australia. Dengan kondisi keuangan negara saat ini,sulit bagi TNI menambah alutsista untuk perimbangan kekuatan di kawasan.

Terlebih dengan adanya kebijakan pemerintah yang akan memotong anggaran pertahanan tahun anggaran 2008 sekitar 15% dari Rp36,39 triliun (36%) kebutuhan minimal.Kebutuhan minimal Departemen Pertahanan (Depan) dan TNI sekitar Rp100,53 triliun. Dephan meminta agar pemotongan hanya 5% saja dari total anggaran karena menyangkut kesiapan operasional pertahanan. TNI mempunyai tugas pokok mempertahankan dan mengawal negara. Sun Tzu mengatakan, pengawal negara harus kuat, baru negara akan kuat.

Pemotongan anggaran jelas akan menurunkan kemampuan pertahanan dan kesiapan operasional TNI pun akan turun, yang akan memengaruhi pendidikan, latihan, dan kesiapan tempur.Kenapa ini terjadi? Karena di negara ini dengan sistem demokrasinya yang modern, yang disebut raja bukan hanya kekuasaan eksekutif saja.Peran legislatif juga besar dalam memengaruhi pemerintah sehingga politisi pun disebut raja masa kini. Selain itu,banyak pembantu presiden yang dirasa kurang memahami masalah pertahanan maupun masalah kemiliteran sehingga tidak ada sense of belonging.

Terlalu banyak yang ikut campur dan mengatur masalah TNI dan pertahanan,baik pembantu presiden, politisi,wakil rakyat, pengamat, LSM maupun negara lain dan banyak lagi mereka yang berkepentingan. TNI terus direformasi dari segala sisi,digiring agar di barak saja,jangan sampai ada peran di politik, di pemerintahan,di bisnis.Katanya biar profesional. Namun, di lain sisi, anggaran pertahanan sebagai bagian terpenting dari upaya meningkatkan mutu peralatannya dipangkas, kesejahteraan prajurit dinilai belum memadai.

Banyak yang tidak paham bahwa pengadaan alutsista membutuhkan waktu yang cukup lama,sementara negara-negara di kawasan sudah melakukan modernisasi alutsista beberapa tahun terakhir.Yang bisa diperkirakan kini adalah kemungkinan akan menurunnya kesiapan operasional TNI di semua lini. Sungguh memprihatinkan memang. Maka semakin tertinggallah kekuatan dan kemampuan TNI dari negara tetangganya. Sebagai warga negara yang baik, ini semuanya harus diterima dengan hati ikhlas dan pasrah, baik oleh keluarga besar TNI maupun kita sebagai warga masyarakat yang mereka lindungi.

Menurut Konvensi Jenewa, apabila terjadi perang,negara yang menang perang berkewajiban membangun negara yang ditaklukkannya.Mudahmudahan negara-negara itu berpikir demikian. Siapa yang berani perang dengan kita? Mereka harus membangun Indonesia dengan 230 juta lebih rakyatnya yang sangat dinamis dan mempunyai banyak masalah ini. Dengan berasumsi demikian, kelihatannya kita akan aman-aman saja. Yang perlu dilakukan adalah terus berdoa. (*)

Prayitno Ramelan
Analis Lembaga Indset

No comments:

A r s i p