Saturday, March 15, 2008

Patriotisme Progresif


Oleh Yudi Latif

Apakah kodrat kita sebagai bangsa sekadar untuk menghadapi masa lalu dan pihak asing? Pengalaman penindasan, diskriminasi, dan eksploitasi pantas disesali, dikuliti, dan dikremasi.

”Namun, manusia,” ujar Isiah Berlin, ”tidak hidup sekadar untuk memerangi keburukan. Mereka hidup dengan tujuan positif, untuk menghadirkan kebaikan.”

Setiap lompatan besar dalam politik Indonesia selalu tertawan oleh masa lalu. Kebiasaan kita untuk mengutuk masa lalu dengan mengulanginya, bukan dengan melampauinya, membuat perilaku politik Indonesia tak pernah melampaui fase kekanak-kanakannya (regressive politics).

Melampaui masa lalu diperlukan konsepsi patriotisme yang lebih progresif. Patriotisme yang tidak cuma bersandar pada apa yang bisa dilawan, tetapi juga pada apa yang bisa ditawarkan. Proyek historisnya bukan hanya mempertahankan, tetapi juga memperbaiki keadaan negeri.

Produk patriotisme

Kemajuan dan kemaslahatan merupakan produk terpenting patriotisme. Dalam kesadaran patriotisme progresif, Indonesia bukan hanya suatu nation, tetapi juga suatu notion (pengertian); bahwa ia, seperti kata Bung Hatta, menyatakan suatu tujuan politik. ”Karena dia melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.”

Untuk keluar dari kubangan krisis, patriotisme progresif dituntut menghadirkan kemandirian bangsa tanpa terperosok kepicikan xenophobia. Seturut tujuan nasional, patriotisme progresif berorientasi melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia melalui perwujudan keamanan-kesejahteraan, ekonomi-kesejahteraan, politik-kesejahteraan, birokrasi kesejahteraan, dan budaya-kesejahteraan.

Dalam sistem keamanan-kesejahteraan, fungsi keamanan diorientasikan untuk melindungi warga dan keamanan teritorial. Fungsi pertama dijalankan otoritas kepolisian, yang kedua dijalankan otoritas tentara. Sesuai karakteristik geografis Indonesia, sistem pertahanan teritorial harus digeser dari sistem pertahanan darat menuju sistem pertahanan kepulauan berbasis pesisir dan pulau-pulau terdepan.

Berkaca pada pengalaman invasi kolonial, untuk kawasan litoral seperti ini, Belanda tidak memerlukan penggelaran tentara jauh ke dalam, seperti Inggris di India. Dengan lenyapnya musuh nyata purna-Perang Dingin, ancaman keamanan teritorial justru datang dari pencurian kekayaan alam di laut dan potensi penyerobotan pulau-pulau terluar. Untuk itu, komando teritorial harus dialihkan ke daerah pesisir dan pulau terdepan. Selain mengemban tugas pertahanan pesisir, tentara diberdayakan dalam fungsi nonmiliter; bersama rakyat pesisir menjaga dan mengembangkan potensi bahari bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dengan rule of engagement yang jelas.

Dalam sistem ekonomi-kesejahteraan, perekonomian tidak hanya dinikmati dan diakses segelintir orang, tetapi melibatkan dan menyejahterakan banyak orang. Karena mayoritas penduduk adalah petani-pedesaan, reformasi agraria suatu keharusan. Selain menyediakan akses petani pada tanah dan teknologisasi pertanian, perlu pemberlakuan zoning produksi pertanian, sesuai karakteristik wilayah, yang dapat mendorong perdagangan antarprovinsi dan antarpulau. Cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak dikuasai negara dengan melibatkan peran swasta dan koperasi melalui sistem bagi hasil yang lebih adil dan memberi dampak kesejahteraan bagi masyarakat.

Investasi asing lebih didorong ke sektor industri manufaktur melalui perbaikan pelayanan, infrastruktur, dan iklim berusaha. Rezim perizinan bisa ditiadakan sejauh perusahaan bisa memenuhi ketentuan perundang-undangan. Yang diperlukan adalah reformasi sistem perpajakan untuk mengambil keuntungan di hilir.

Utamakan kemaslahatan umum

Dalam sistem politik-kesejahteraan, politik bersesuaian dengan prinsip republikanisme yang menempatkan kemaslahatan umum di atas kepentingan parokial. Ketidaksetaraan yang tak terelakkan dari ekonomi pasar dikelola oleh proses politik dengan menjaga kompetisi, melindungi yang lemah, dan berinvestasi dalam public goods. Kompetisi politik yang padat modal bisa menjadi katalis pengendalian proses politik oleh segelintir orang, yang meneguhkan kesenjangan sosial. Harus ada reformasi sistem pembiayaan, pemilihan, dan keparlemenan.

Ketergantungan pembiayaan pada segelintir pemodal bisa dicegah dengan undang-undang ”clean money” public financing, yang mendorong pembiayaan publik secara sukarela. Sistem perwakilan harus mempertimbangkan perwakilan individu dan golongan sejalan konsep demokrasi deliberatif yang dikehendaki Pancasila. Legitimasi demokratis tidak ditentukan seberapa banyak suatu keputusan mendapat dukungan, tetapi seberapa luas dan dalam melibatkan proses deliberasi yang bersifat rasional dan imparsial.

Dalam birokrasi-kesejahteraan, pemerintahan harus menjelmakan diri sebagai public entrepreneur yang secara konstan memanfaatkan sumber daya publik secara efektif dan efisien. Fungsinya bukan hanya melayani, tetapi juga memberdayakan potensi bangsa dengan cara menginjeksikan iklim kompetisi ke dalam pelayanan publik, yang lebih menghargai hasil ketimbang alokasi berdasar pengajuan anggaran.

Dalam sistem budaya-kesejahteraan, kemajuan dan kesejahteraan rakyat dipandang sebagai hasil proses belajar sosial. Kesetaraan kesempatan dan interaksi sosial menjadi kata kunci. Tiap warga harus diberi peluang yang sama untuk bisa memasuki dunia pendidikan. Harus dicegah proses pendidikan yang mengarah pada pengukuhan segregasi sosial. Sekolah-sekolah publik harus bisa diakses oleh orang dari latar agama dan etnis apa pun, dan menjadi wahana penyerbukan silang budaya (cross-culture fertilization) yang dapat memperkuat budaya kewargaan (civic culture). Kapitalisasi dunia pendidikan harus dibatasi dengan meneguhkan kembali standar meritokrasi di atas daya beli.

Beberapa agenda patriotisme progresif telah ditawarkan. Negeri ini bukannya tak ada pahlawan, tetapi perlu pahlawan yang dapat memimpin perubahan. Saatnya kaum muda progresif memimpin.

Yudi Latif Pemikir Kenegaraan dan Keagamaan

No comments:

A r s i p