Thursday, March 13, 2008

SBY-JK Belum Serius Berantas Korupsi

Jumat, 29 Februari 2008 | 23:00 WIB

JAKARTA, JUMAT - Memasuki tahun keempat pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dinilai masih belum serius dan sungguh-sungguh melakukan upaya pemberantasan korupsi. Salah satunya, hal itu tercermin dari target pendapatan pengejaran uang sitaan hasil korupsi yang ditetapkan di pengadilan dan gratifikasi di Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) yang dinilai masih sangat kecil.

Untuk pendapatan uang hasil korupsi ditetapkan hanya Rp 25 miliar dan pendapatan gratifikasi dari KPK yang ditetapkan menjadi milik negara hanya Rp 1,5 miliar. Harusnya, target yang ditetapkan itu jauh lebih besar lagi. Tujuannya, selain dapat memacu semangat pemberantasan korupsi, juga dapat mendanai upaya pemberantasan korupsi oleh aparat hukum lebih optimal.

Demikian disampaikan secara terpisah oleh Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Baharuddin Aritonang kepada Kompas di Jakarta, Jumat (29/2) malam.

"Jelas, target itu terlalu kecil untuk hasil korupsi yang diperiksa di Kepolisian, Kejaksaan Agung dan bahkan KPK selama ini. Sebab, memang, perkara korupsi itu sekarang ini kan sangat besar sekali, meskipun memang, ada perkara yang masih belum mempunyai kekuatan hukum yang pasti (inkraacht), sehingga belum berhasil dikejar uang pengganti hasil korupsinya," ujar Trimedya.

Namun, tambah anggota DPR asal Fraksi PDI Perjuangan Daerah Pemilihan Sumatera Utara II, hal itu menunjukkan masih setengah hatinya sikap pemerintah dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.

"Kalau target penerimaan uang hasil korupsi diperbesar, hal itu bukan hanya memacu pemberatasan korupsi yang selama ini masih belum cukup terpacu. Akan tetapi juga akan membantu pendanaan aparat penegak hukum dalam upaya tersebut. Seperti yang kita ketahui, apalagi sekarang ini pemerintah tengah kesulitan pendanaan," ujarnya.

Menurut Trimedya, pihaknya akan meminta anggota Komisi II di Panitia Anggaran DPR untuk mempertanyakan target pendapatan hasil korupsi dan gratifikasi yang sangat kecil tersebut.

Dasar perhitungannya

Hal senada disampaikan Baharuddin. "Saya harapkan, DPR saat melakukan pembahasan perubahan APBN 2008 itu benar-benar menanyakan dasar pehitungannya dan alasan mengapa targetnya kecil," ujar Baharuddin.

Menurut Baharuddin, dari hasil audit BPK 2006 lalu, eksekusi hukuman uang pengganti di pengadilan tercatat sebesar Rp 6,66 triliun yang telah mempunyai kekuatan hukum. Namun, hingga kini, belum berhasil ditagih oleh Kejaksaan Agung dan disetorkan ke kas negara.

Dari dokumen BPK yang dimiliki Kompas, disebutkan dari hasil pemeriksaan pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sampai Desember 2004 dan pengumpulan data dari jampidsus untuk seluruh kejaksaan tinggi se-Indonesia menunjukkan, uang pengganti sampai Desember 2004 yang harus dieksekusi dan diselesaikan oleh kejaksaan negeri di seluruh Indonesia sebesar Rp 5,31 triliun.

Adapun, perkara yang telah dilimpahkan ke Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara sebesar Rp 1,35 triliun sehingga total uang pengganti di 25 kejaksaan tinggi yang belum ditagih sebesar Rp 6,66 triliun.

No comments:

A r s i p