Tuesday, March 11, 2008

Korupsi atas Nama Pemberantasan Korupsi



Selasa, 11 Maret 2008 | 01:47 WIB

Oleh J KRISTIADI

Dalam perspektif peradaban suatu nation, bangsa Indonesia dapat diibaratkan mempunyai dua wajah seperti judul film The Beauty and The Beast.

Paras cantik adalah manifestasi dari keberhasilan bangsa Indonesia melewati transisi demokrasi dengan menyelenggarakan pemilu yang adil dan jujur.

Kesuksesan itu mengundang kekaguman dunia internasional sehingga Indonesia dinobatkan sebagai negara berpenduduk terbesar ketiga di dunia yang demokratis. Bahkan, Indonesia dijadikan model bagi negara yang mayoritas penduduknya Muslim untuk membangun demokrasi.

Sementara itu, wajah buruk diwakili oleh perilaku koruptif yang sistemik dan merasuk di sekujur tubuh bangsa Indonesia dengan tingkat kegawatan yang membuat miris siapa pun yang mencintai bangsa ini.

Spektrum perilaku korup sudah mulai dari niat memanipulasi penyusunan dan menyalahgunakan regulasi sampai dengan perilaku yang merupakan manifestasi sikap tamak dan serakah tanpa rasa malu. Selain itu, ada pula korupsi yang dilakukan sekadar mengatasi impitan hidup yang menyesakkan.

Saat ini perjuangan melawan korupsi tertuju pada kasus tertangkapnya Urip Tri Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jaksa andalan yang dipilih menjadi Ketua Tim Jaksa Pemeriksa Kasus BLBI.

Publik sendiri tampaknya mendua menyikapi penangkapan oknum tersebut. Sebagian masyarakat menganggap hal itu menunjukkan kegagalan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla memberantas korupsi. Keberhasilan menangkap basah oknum jaksa hanya merupakan pucuk gunung es dari rusaknya lembaga penegak hukum pemerintah dewasa ini.

Dengan kata lain, masyarakat pesimistis atas kesungguhan pemerintah memberantas korupsi.

Namun, sebagian masyarakat lain berpendapat, penangkapan oknum jaksa itu merupakan momentum yang sangat baik untuk membongkar habis kasus BLBI.

Oleh sebab itu, KPK diharapkan dapat membuka kembali kasus BLBI yang telah dinyatakan selesai (ditutup) oleh Kejaksaan Agung. Bila harapan tersebut dipenuhi, hal itu dapat merupakan oase di tengah dahaga bangsa yang haus rasa keadilan.

Kasus BLBI oleh berbagai kalangan dianggap sebagai skandal hasil kolusi antara oknum pejabat dan pengusaha hitam untuk merampok uang negara dengan cara sangat canggih.

Akibatnya, negara setiap tahun harus mengeluarkan puluhan triliun rupiah sebagai akibat dari penyelesaian kasus yang sangat diwarnai kompromi politik. Sementara mereka yang diduga menjadi dalang, pemain, dan penggembira sebagian besar masih bebas berkeliaran.

Terlepas dari kontroversi di atas, yang paling penting, momentum sekecil apa pun harus benar-benar digunakan untuk membongkar kasus itu secara tuntas. Ini merupakan peluang sangat baik bagi Jaksa Agung untuk membersihkan dan menata lembaga penegak hukum yang dewasa ini kredibilitasnya berada di titik nadir.

Banyak oknum penegak hukum yang mengatasnamakan hukum dan pemberantasan korupsi justru berperilaku korup. Tidak jarang oknum-oknum tersebut, berdasarkan informasi yang sangat sumir, melakukan pemeriksaan yang cenderung mengarah kepada tindakan pemerasan.

Bahkan, tidak jarang terdengar ungkapan oknum penegak hukum yang belum kebagian kasus korupsi telah mempersiapkan daftar pejabat yang akan dijadikan sasaran ”pemeriksaan” kalau mereka sudah turun dari jabatannya. Dengan demikian, penyalahgunaan upaya pemberantasan korupsi dalam praktiknya semakin menyuburkan korupsi itu sendiri.

Dukungan masyarakat

Mengingat penyakit korupsi telah sedemikian kronis, perang melawan korupsi, khususnya membongkar skandal BLBI, tidak dapat hanya mengandalkan lembaga penegak hukum yang korup. Dukungan dan desakan masyarakat kepada pemerintah sangat diperlukan agar kasus BLBI ditangani dan dituntaskan oleh KPK.

Kesungguhan KPK menangani kasus BLBI akan menghapus keraguan publik terhadap kredibilitas KPK yang sejak proses pemilihannya penuh dengan polemik dan kontroversi.

Penyelesaian terhadap kasus itu diharapkan tidak sekadar memburu kepastian hukum, tetapi juga harus memedulikan rasa keadilan masyarakat. Harapan dan dukungan masyarakat yang mendambakan terciptanya keadilan mudah-mudahan dapat dijadikan modal KPK untuk menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi.

Agenda berikutnya yang tidak kalah penting adalah menyusun strategi pemberantasan korupsi yang komprehensif, terutama dengan melakukan reformasi di bidang hukum dan birokrasi.

Juga harus disusun strategi mencegah perbuatan korupsi sehingga perang terhadap korupsi tidak hanya menindak kasus korupsi dan menghukum koruptor.

Pemberantasan korupsi yang parsial, tanpa meniadakan sumber korupsi, hanya akan menyebabkan bangsa ini sibuk dengan urusan korupsi dan kehilangan kesempatan untuk menjadi bangsa yang besar.

No comments:

A r s i p