Senin, 3 Maret 2008 | 02:09 WIB
Surabaya, Kompas - Pola koalisi partai politik dalam pemilihan kepala daerah langsung di Indonesia bersifat sangat cair. Koalisi dibentuk tak berdasarkan ideologi yang jelas, tetapi atas pragmatisme sempit.
Hal itu diungkapkan pengajar ilmu politik Universitas Airlangga Haryadi dalam seminar menjelang rapat pimpinan wilayah Partai Persatuan Pembangunan Jawa Timur, Sabtu (1/3) di Surabaya. Pembicara lainnya adalah peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Isra Ramli.
Menurut Haryadi, ideologi parpol hanya ada dalam rangka memobilisasi dukungan secara internal. Akan tetapi, dalam interaksi ke luar, hampir tidak ada partai yang memegang ideologi. Hal itu terbukti dari koalisi yang cair, misalnya di satu tempat Partai Keadilan Sejahtera berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, di tempat lain dengan Partai Golkar atau dengan Partai Damai Sejahtera.
”Relasi parpol termasuk dalam pilkada hanya dalam hitungan duit dan kekuasaan sesaat,” katanya.
Akibat semua relasi parpol berdasarkan pragmatisme sempit, tidak ada hubungan antara hasil pilkada dan perubahan di masyarakat. Dari sekitar 320 pilkada yang berlangsung, kandidat yang terpilih dengan kemampuan untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik ibarat lepas kait.
Berdasarkan penelitian LSI, hanya 29,6 persen penduduk yang merasa dekat dan mengidentifikasi diri dengan parpol. Menurut Isra, tidak ada kesejajaran antara dukungan kepada kandidat yang menang dalam pilkada dan dukungan masyarakat dalam pemilihan legislatif.
”Tidak mudah mengubah pikiran seseorang terhadap institusi ketimbang terhadap calon kepala daerah sebab hubungan seseorang dengan parpol lebih kompleks ketimbang dengan seorang figur,” katanya. (INA)
No comments:
Post a Comment