Monday, March 17, 2008

Kemauan Politik, Kunci Pemberantasan Korupsi

Senin, 17 Maret 2008 | 00:17 WIB

Frans H Winarta

Penangkapan jaksa Urip oleh KPK amat menggemparkan karena terjadi beberapa saat setelah Jampidsus mengumumkan tidak ada bukti kerugian negara dalam kasus BLBI.

Tim Jaksa BLBI yang dibentuk sebagai upaya penyelesaian sejumlah perkara BLBI dicemari skandal yang memalukan dan menyakiti hati rakyat.

Sebenarnya kejadian ini bisa dicegah jika ada keseriusan dan kewaspadaan tinggi dari pemerintah, terutama Kejaksaan Agung, dalam mengawasi kinerja Tim Jaksa BLBI. Untuk menyidik banyak perkara BLBI dan melibatkan nilai triliunan rupiah pasti rentan suap, intervensi, dan kepentingan banyak pihak.

Tidak tuntasnya berbagai perkara BLBI memberi sinyal kepada pemerintah untuk bertindak tegas sesuai aspirasi rakyat, konsisten melaksanakan hukum, dan tidak diskriminatif. Tertangkapnya Urip dan Artalyta adalah tamparan agenda pemberantasan korupsi pemerintahan SBY.

Dalam situasi itu, sejak semula Tim Jaksa BLBI harus diawasi ketat, ditempatkan dalam suatu tempat yang dirahasiakan (secluded), semua hubungan telepon dimonitor dan tidak boleh berhubungan dengan orang luar kecuali keluarga dan atasan sampai penyidikan rampung.

Mafia peradilan

Pengawasan terhadap Tim Jaksa BLBI praktis tidak ada dan tidak disterilkan dari pihak luar, sementara mafia peradilan begitu marak. Ini adalah sikap yang tidak mencerminkan sedang menghadapi extra-ordinary crime yang penanganan dan penanggulangannya memerlukan extra-ordinary treatment.

Sebenarnya berbagai kecurigaan bermunculan saat pemeriksaan dan pengumuman hasil penyidikan ditunda beberapa kali. Apalagi, pengumuman tidak cukup bukti disertai embel-embel Kejagung siap dicaci menunjukkan keanehan. Maka, masuk akal jika masyarakat curiga.

Pengabaian panggilan, masih berstatusnya yang diperiksa sebagai saksi, dan tidak berdayanya Kejagung mendatangkan secara paksa tersangka menimbulkan spekulasi tentang kesungguhan program pemberantasan korupsi. Janji akan serius menyidik tidak lama setelah pembentukan Tim Jaksa BLBI juga menimbulkan pertanyaan karena yang ditunggu masyarakat adalah bukti, bukan janji.

Dalam situasi yang mengecewakan ini, Tim Jaksa BLBI harus dirombak total, diganti jaksa-jaksa yang lebih bisa dipercaya dan diawasi KPK. Bahkan, perlu diambil alih KPK agar penyidikan menjadi lebih objektif dan tidak ada benturan kepentingan.

Sebagai extra-ordinary crime, perkara korupsi bisa diberlakukan retroaktif dan menggunakan pembuktian terbalik. Untuk itu, undang-undang KPK perlu diamandemen sesuai dengan sifat perkara korupsi yang dihadapi.

Penyidikan ke depan seyogianya difokuskan pada pencarian semua fakta yang mengarah kepada tindak pidana korupsi, seperti penyalahgunaan kekuasaan saat SKL diberikan, transfer dana ke luar negeri, penggelapan pajak, transaksi keuangan yang mencurigakan yang menyangkut money laundering, pembuatan MSAA, MRNIA, dan APU dengan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), suap, harta pejabat sebelum dan sesudah menjabat yang berhubungan dengan proses penyelesaian BLBI, pemeriksaan semua pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung penyelesaian perkara-perkara BLBI yang masih menjabat maupun mantan pejabat.

Periksa ulang

Penemuan atas hal-hal itu dapat mengarah pada pengungkapan tindak pidana korupsi.

Semua ini memerlukan koordinasi dengan BPK, PPATK, Interpol, negara-negara pusat keuangan seperti Swiss, Singapura, Cayman Island, dan negara industri yang tergabung dalam G-8, resolusi PBB dan StAR Initiative dari UNCAC, Depkeu, Ditjen Pajak, Dephuk dan HAM, Deplu, Polri, dan lain-lain.

Yang jelas perkara-perkara BLBI harus diperiksa ulang dan dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai ahli menyangkut money laundering, kejahatan penggelapan pajak, perbankan, keuangan, StAR Initiative, diplomasi, ekstradisi, pidana internasional, dan lainnya.

Dengan skenario itu serta tertangkapnya Urip dan Artalyta yang terkait kasus-kasus BLBI, ditambah kenyataan ketidakseriusan dan bertele-telenya pemeriksaan, KPK pantas mengambil alih perkara-perkara BLBI. KPK harus berani mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain dalam penangkapan Urip dan Artalyta.

Jika itu berhasil dicapai, kredibilitas KPK akan naik. Untuk mencegah para jaksa tergiur suap, tidak ada salahnya para jaksa yang berhasil mengembalikan aset negara diberi insentif sekian persen dari aset yang berhasil ditarik dari para koruptor. Begitu pula para saksi atau peserta kejahatan korupsi yang kooperatif untuk membongkar kejahatan perlu mendapat perlindungan KPK dan polisi.

Dengan penyidikan yang komprehensif dan berdasar kemauan politik yang kuat, program pemberantasan korupsi dapat berjalan efektif dan meluas. Korupsi yang sudah menjadi endemik dan sistemik dapat diatasi dengan mengerahkan segala kemampuan lembaga dan orang yang berniat memerangi korupsi.

Frans H Winarta Anggota Komisi Hukum Nasional; Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan.

No comments:

A r s i p