Friday, March 7, 2008

Partai Kecil Makin Berat


RUU Pemilu Akhirnya Tuntas Lewat Voting

Selasa, 4 Maret 2008 | 02:11 WIB

Jakarta, Kompas - Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD akhirnya tuntas dalam rapat paripurna DPR, Senin (3/3) siang. Materi terakhir yang tidak bisa dikompromikan, soal penghitungan sisa suara hasil pemilu anggota DPR, selesai lewat mekanisme pemungutan suara.

Rumusan yang menang adalah sisa suara 50 persen bilangan pembagi pemilihan (BPP) di daerah pemilihan dan sisa suara selebihnya dikumpulkan ke provinsi.

Rumusan tersebut mendapat dukungan mayoritas, 320 dari total 489 anggota DPR yang memberikan suara. Sebanyak 167 anggota mendukung besaran persentase 30 persen BPP saja. Sementara dua anggota DPR lainnya memilih abstain.

Saat rapat paripurna DPR, Kamis (28/2), sebenarnya masih dua materi yang belum selesai, yaitu soal penghitungan sisa suara dan penetapan calon terpilih.

Namun, selepas pertemuan pimpinan fraksi DPR di kediaman Ketua Umum Partai Golkar M Jusuf Kalla, Minggu (2/3) malam, disepakati bahwa hal terdapat calon anggota DPR/DPRD yang meraih suara 30 persen BPP lebih banyak dari jumlah kursi yang diperoleh partai politik, calon terpilih kembali didasarkan pada nomor urut pada daftar calon.

Sementara untuk ketentuan mengenai penghitungan sisa suara, voting tidak terhindarkan sekalipun masih ada tambahan lobi antarpimpinan fraksi sesaat setelah rapat paripurna dibuka.

Dalam rapat paripurna itu, Sekretaris Fraksi PKS Mustafa Kamal sempat membacakan nota keberatan Fraksi PKS terkait ketentuan yang memungkinkan partai politik peserta Pemilu 2004 yang tidak lolos electoral threshold 3 persen namun memperoleh kursi DPR bisa langsung ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2009. Ketentuan peralihan itu menjadi preseden buruk karena DPR memutuskan membatalkan keputusannya sendiri tanpa alasan rasional dan bertanggung jawab.

Selepas voting selesai, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto selaku wakil pemerintah menanggapi. Dua kali pidato Mardiyanto berhenti untuk berdiskusi dengan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta serta Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa.

Mardiyanto akhirnya meminta rapat diskors agar wakil pemerintah berkoordinasi. Sedianya, jeda hanya 20 menit, tetapi akhirnya molor lebih dari 2 jam.

Soal permintaan skors itu, Hatta Rajasa menyebutkan, hal itu terjadi karena Ketua DPR Agung Laksono yang memimpin rapat langsung mempersilakan wakil pemerintah membacakan pendapat akhir tanpa ada kesempatan untuk konsultasi dulu.

Menurut dia, para menteri hadir karena ditugaskan Presiden sehingga wajar jika ada perubahan fundamental mesti dikonsultasikan dengan Presiden. Pemerintah berharap musyawarah menghasilkan kompromi.

Sementara itu, partai-partai yang tidak memiliki kursi di DPR juga mendatangi Senayan. Mereka menilai RUU Pemilu yang disahkan di rapat paripurna itu sangat diskriminatif.

Partai-partai itu adalah Partai Nasional Banteng Kemerdekaan, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, Partai Persatuan Daerah, Partai Perhimpunan Indonesia Baru, Partai Merdeka, Partai Buruh Sosial Demokrat, Partai Patriot Pancasila, dan Partai Sarikat Indonesia. Mereka bergabung dalam Kaukus Partai Masa Depan. ”Partai yang punya kursi di DPR itu belum tentu perolehan suaranya lebih besar dari kami,” ucap Sutjiadi Lukas dari Partai PIB.

Secara terpisah, Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng menyampaikan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghormati proses demokrasi yang terjadi di DPR terkait dengan pengesahan RUU Pemilu.

”Meskipun tidak sesuai dengan usul pemerintah, ya oke. Rakyat yang menilai,” ujar Andi.

Usul pemerintah mengenai sistem pemilu yang ideal adalah jelas keterwakilannya, akuntabilitasnya, kedekatan dengan rakyatnya, serta mudah, murah, dan cepat dalam proses penyelenggaraan pemilu. ”Jika penghitungan itu ditarik ke provinsi, itu artinya menjauhkan proses pemilu dari rakyat,” ujar Andi. (dik/sut/sie/inu)

 

No comments:

A r s i p