Tuesday, March 18, 2008

Gombal, tetapi Benar

Selasa, 18 Maret 2008 | 00:45 WIB

Dugaan suap 660.000 dollar AS dari ”Markus” (Makelar Kasus) Artalyta Suryani untuk jaksa Urip Tri Gunawan, jika benar, jelas merupakan praktik lobi tak beradab.

Tak sulit mencari akar kultur suap, ia bermuara pada praktik bisnis ”Ali-Baba” yang disuburkan Orde Baru (Orba). Ali pejabat, Baba pengusaha yang menghalalkan semua cara.

Sejarah Ali-Baba berawal dari kerja sama seorang komandan TNI dengan pengusaha Lim Sioe Liong lewat bisnis tahun 1950-an. Baba memasok ba- rang, Ali melindungi.

KSAB Jenderal AH Nasution tahun 1960-an melancarkan Operasi Budi yang membekuk orang yang kelak jadi orang nomor satu. Ironisnya, Bung Karno yang ”menyelamatkan” karier orang itu.

Sejak Orba berkuasa, Ali- Baba makin doyan ”saling ga- ruk punggung”. Suatu kali Kepala Polri Jenderal (Pol) Hoegeng datang ke rumah orang nomor satu melaporkan penyelundupan mobil mewah oleh se- orang Baba lain. Eh, ia terkejut karena Si Baba lagi nongkrong di rumah Si Ali. Karier Pak Hoegeng pun tamat.

Sejak itu ada gurauan ”di negeri ini hanya ada dua polisi jujur: Pak Hoegeng dan patung polisi lalu lintas”. Para Baba makin merajalela.

Ada Baba pengusaha real estat di Pluit yang diadili karena bersekongkol dengan bos Bank Bumi Daya.

Ada banyak ”Baba Gemoek”, tetapi lebih banyak yang sukses dari bawah. Reputasi yang bagus dicederai nama-nama baru yang umumnya terlibat BLBI.

Mereka apel-apel busuk yang jumlahnya teramat kecil, yang tega merusak citra etnis keturunan. Banyak warga keturunan berjasa besar kepada bangsa dan negara.

Dan, sejarah membuktikan etnis keturunan jadi korban desain politik Orba. Penyebabnya Orba menuding China komunis dalang peristiwa Gerakan 30 September.

Ketika itu semua yang berbau China dianggap negatif, kolot, dan terbelakang. Ternyata banyak yang tertipu karena China adalah raksasa baru yang sejak dulu maju dan akan jadi tuan rumah olimpiade.

Entah apa ada hubungannya atau tidak, etnis keturunan dicurigai. Mereka dipaksa ganti nama dan tiap sebentar dijadikan sasaran amuk massa.

Jumlah mereka untuk masuk lembaga strategis, misalnya militer atau universitas negeri, dibatasi. Tak heran banyak yang terjun ke bisnis dan sebagian terperangkap ke dalam kultur Ali-Baba.

Sebaliknya, di masa Orde Lama mereka jaya. Salah seorang kepala staf angkatan laut masa Bung Karno bernama John Lie.

Tak sedikit dokter tentara di RSPAD Gatot Subroto bersikap profesional dan punya integritas. Tetapi, sulit bagi mereka dapat bintang walau cuma satu.

Dalam Pemilu 1955 sedikitnya ada empat parpol etnis keturunan China—juga ada yang dari keturunan Arab. Tak sedikit yang jadi menteri Bung Karno, seperti Oei Tjoe Tat.

Sebulan lalu teman saya waktu kecil, wong Chino yang pebisnis besar, cerita tertarik melamar ke parpol Islam—yang kebetulan berminat merekrut dia. Semoga ini bukan gejala sesaat, melainkan terus berkembang.

Beda dengan teman lain yang mencoba peruntungan ke Melbourne, Australia, karena khawatir kerusuhan anti-China pecah lagi. ”Biar jadi sopir taksi, hidup gua en keluarga aman,” kata teman yang ganti nama itu.

Pepatah Barat yang mengatakan, ”Ada orang yang ber- prinsip hidup ini komedi”. Pepatah itu bersambung, ”Dan ada pula yang merasa hidup ini tragedi”.

Ada pepatah bilang, ”Memberikan kekuasaan kepada penguasa (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) kayak memberikan sebotol bir dan kunci mobil kepada anak yang belum punya SIM”. Yang terjadi tabrakan maut.

Saya takjub melihat foto aparat penegak hukum berarloji Rolex emas atau bercincin berlian. Anda pasti membatin, ”Kok mereka mampu beli barang mewah, katanya gajinya ke- cil.”

Kini Anda tahu jawabannya: ada jaksa yang katanya berdagang permata.

Seorang pembaca lewat surat elektronik bertanya, ”Haruskah kita menyerah dalam pertempuran melawan korupsi?” Ada lagi yang menulis, ”Kita sudah lelah karena selalu kalah melawan korupsi.”

Saya jawab kepada kedua pembaca bahwa korupsi itu bukan budaya bangsa. Kenapa orangtua kita patuh pada tu- lisan ”Dilarang Menginjak Rumput”?

Dan korupsi bukan urusan uang. Korupsi terjadi saat hampir semua orang melanggar aturan lalu lintas saat berkendara.

Korupsi terjadi saat pemimpin mencatut statistik ekonomi. Korupsi adalah bersiasat menyusun RUU untuk kepentingan golongan.

Ada juga yang tanya, ”Gimana sih supaya kita enggak korupsi?” Jawabannya, ”Cobalah mulai bersikap jujur pada diri sen- diri dan lakukanlah sejak hari ini.”

Memang kedengarannya gombal, tetapi benar, kan?

No comments:

A r s i p