Monday, March 3, 2008

Pemilu Russia

Pemilu demi Pertahankan Stabilitas

Sebelum pemilu untuk memilih presiden baru digelar, hari Minggu kemarin masyarakat sudah tahu siapa presiden baru Rusia nanti.

Pemungutan suara kemarin bukanlah sebuah pemilu dalam arti yang sesungguhnya. Semuanya sudah jelas, siapa presiden baru pengganti Presiden Vladimir Putin, yakni Dmitri Medvedev, meskipun ada beberapa kandidat presiden: Gennady Zyuganov (Partai Komunis), Vladimir Zhirinovsky (ultranasionalis), dan Andrei Bogdanov (pendatang baru).

Praktik semacam ini sudah biasa sejak dulu. Di zaman Uni Soviet, hal seperti itu sudah terjadi. Tahun 1985, Partai Komunis Uni Soviet menunjuk Mikhail Gorbachev untuk menggantikan Konstantin Chernenko. Sekelompok siloviki—para pemimpin militer, KGB, dan polisi yang begitu berkuasa—dan para pembaru mengharapkan Gorbachev memodernisasi rezim.

Setelah Uni Soviet ambruk dan bubar, praktik seperti itu masih berlanjut. Boris Yeltsin menunjuk Putin sebagai penggantinya, dan hal itu diteruskan Putin.

Padahal, Konstitusi 1993, Bab IV tentang Presiden Federasi Rusia, Pasal 81 Ayat 1, secara tegas menyatakan ”Presiden Federasi Rusia akan dipilih untuk masa jabatan empat tahun oleh warga negara Federasi Rusia lewat pemilihan umum, rahasia, langsung.…” Akan tetapi, dalam praktiknya, tergantung Kremlin.

Sama seperti para pendahulunya, Medvedev dipilih oleh mentornya, yakni Putin, lebih untuk mempertahankan kesinambungan kebijakan pemerintah sebelumnya. Apalagi Medvedev bukan anggota siloviki, sebuah posisi yang akan lebih menguntungkan bagi Putin dan kelompok siloviki, dan akan tetap bisa ”dipengaruhi” oleh Putin sebagai mentor politiknya yang memiliki pengaruh sangat besar.

Di tangan Putin, Rusia bisa dikatakan berhasil keluar dari krisis ekonomi maupun politik meski kekuasaan besar terpusat di tangannya. Medvedev sendiri secara tegas menyatakan, ia akan mempertahankan stabilitas dan melanjutkan kebijakan-kebijakan Putin. Medvedev memang, dalam istilah Daniel Vernet (International Herald Tribune), anak kandung sistem Putin.

Rakyat Rusia paham akan hal itu. Dan, sepertinya bagi mereka, lebih baik stabilitas terjaga dan kebijakan yang membawa perubahan dilanjutkan ketimbang Rusia kembali ke situasi tidak menentu seperti setelah runtuhnya Uni Soviet.

Inilah kemenangan sistem managed democracy (kira-kira seperti demokrasi terpimpin) model Putin. Hal itu mungkin tidak melanggar hukum, tetapi praktik seperti itu tak pelak lagi melukai keadilan.

No comments:

A r s i p